halo aci!

halo aci!
Teater Ungu

Minggu, 21 Oktober 2012

PERAYAAN HUT DESA TONDEI RAYA KE – 99 DEKLARASI SANGGAR TUMONDEI MINAHASA SELATAN DAN LAUNCHING BUKU SEJARAH TONDEI DAN KARYA SASTRA

Rua waraney

Sebuah laporan kegiatan
                20 0ktober 2012 adalah hari bersejarah bagi desa Tondei di mana diselenggarakannya sebuah event yang menampilkan Budaya Minahasa. Dalam acara ini ditampilkan Tarian Perang (Kabasaran) baik versi anak-anak dan versi dewasa, Tarian Maengket, Tarian Patokaan, dan Tradisi Mapalus Marantong. Kegiatan yang dikepalai oleh Iswan Sual, S.s ini disambut dengan antusias oleh masyarakat  desa Tondei dengan jumlah massa yang memadati Balai Pertemuan Umum Desa Tondei. Kegiatan yang juga didukung oleh Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Sanggar Seni Toar Lumimuut, Teater Ungu, dan Kerukunan Siswa Mahasiswa (KSMT) dihadiri oleh Masyarakat Adat Tontemboan, Mawale Mouvement, Tonaas Rinto Tarore dan Tim Tari dusun jauh Pelita.
dari kiri : hukum tua Tondei Dua (Frangky Sual), hukum tua Tondei (John Kawengian), camat Motoling Barat (Drs. Alex Rindorindo), dan hukum tua Tondei Satu (Johnny Sumanti)
                Menurut saya kegiatan ini memiliki nilai mistis dalam konteks budaya Minahasa. Oleh karena angka 9 sangat berkaitan erat dengan budaya Minahasa dalam upacara adat tumani. Sehingga dalam kegiatan ini dibuat sebagai acara yang berkarakteristik budaya Minahasa an sic. Kegiatan yang juga dirangkaikan dengan Deklarasi Sanggar Tumondei Minahasa Selatan dan Peluncuran Buku Sejarah Desa Tondei ini mendapat sambutan baik dari camat Motoling Barat Drs. Alex Rindorindo, “Saya bangga karena mahasiswa Tondei menggelar acara seperti ini. Di kecamatan baru Desa Tondei yang mengelar acara yang berbau budaya apalagi mengangkat budaya desa yang sampai hari ini telah digerogoti oleh globalisasi. Maju terus…”. Youce Pondaag sebagai perwakilan Masyarakat Adat Tontemboan juga menambahkan bahwa kegiatan ini memotivasi para tua-tua dan juga generasi muda untuk sadar dan mempertahankan budaya Minahasa.

                Dalam acara khusus peluncuran buku Sejarah Desa Tondei, Fredi Wowor, S.s menegaskan bahwa pentingnya sebuah tulisan adalah mengingatkan kita tentang suatu masa. Cyrtje A. C Bujung juga mengungkapkan kenapa dia menulis kembali Sejarah Desa Tondei yang telah lama ditulis oleh ibunya. Itu dikarenakan sudah banyak orang Tondei sendiri tidak mengetahui sejarah desa baik para orang tua apalagi generasi muda di Desa Tondei. Tradisi mapalus marantong juga memeriahkan kegiatan ini; tradisi ini sebenarnya disebut mareng i lele yang artinya kembalikan pukulan lidi. Dalam kerja mapalus di Desa Tondei diterapkan hukum cambuk kepada anggota mapalus demi disiplin kerja oleh yang disebut marantong atau ma’dantong dan ma’bali wali. Setelah selesai kerja mereka melakukan aksi saling cambuk di depan orang banyak sebagai pelampiasan rasa marah ataupun dendam karena mendapat cambukan dari marantong atau ma’bali wali sehingga rasa itu akan berakhir di situ saja.

                Perayaan hari ulang tahun desa yang dirangkaikan dengan deklarasi Sanggar Tumondei dan peluncuran buku ini dilaksanakan atas dorongan bahwa kesadaran akan Budaya dan Adat Minahasa yang telah hampir ditinggalkan dan sebagai wujud kepedulian terhadap peninggalan leluhur. “Minahasa dan Desa Tondei khususnya memiliki banyak situs budaya  dan potensi-potensi wisata yang belum diketahui banyak orang. Jadi kami menggelar kegiatan ini untuk mengangkat budaya Minahasa sekaligus mendeklarasikan Sanggar Tumondei Minahasa Selatan yang akan menjadi lokomotif  dan katalis dalam perjuangan kebudayaan Minahasa. Kami juga melihat bahwa generasi muda saat ini cenderung destruktif dan apatis. Jadi sudah waktunya kita mempelopori sebuah gerakan mencari kembali atau tumondei terhadap jati diri bangsa kita. “ tegas Yanli Sengkey yang adalah ketua Sanggar Tumondei Minahasa Selatan.
H. B Sondakh dan Iswadi Sual bersama rua waraney Tondei
                Akhir kegiatan sebelum santap kasih bersama makanan khas Minahasa; dibacakan puisi  motivasi terhadap generasi muda untuk membangun Desa Tondei tercinta oleh H. B Sondakh sebagai tokoh masyarakat.

2 komentar: