halo aci!

halo aci!
Teater Ungu

Selasa, 25 September 2012

SEKILAS TENTANG DESA PICUAN

Sebuah laporan perjalanan
                Agustus 2011, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di desa Picuan[1]. Memang sebagai orang Minahasa aku mempunyai kerinduan untuk menjelajahi semua perkampungan yang ada di tanah Minahasa. Kebetulan juga pada waktu itu aku sementara menyusun sejarah singkat desa Lalumpe yang notabene adalah lokasi Kuliah Kerja Nyata (KKN) UNIMA gelombang ke 2 tahun 2011. Jadi dengan ajakan Junaidi Rawis[2] maka aku akhirnya bisa ke desa ini.
Junaidi Rawis berpose di depan Batu Budaya Picuan
                Kami disambut oleh keluarga Lendo – Mamusung dengan secangkir teh. Sementara menikmati teh panas ini aku terlibat pembicaraan tentang sejarah desa ini dengan opa Lendo[3]. Diceritakan bahwa desa picuan didirikan dengan upacara adat (tumani)[4] oleh Rumondor dan Tompodung. Picuan asal katanya adalah pinekuan[5] yang berarti tanda atau batas[6]. Tanda atau batas ini untuk memisahkan antara Picuan dan Wanga. Dalam upacara ini pula ada semacam mantera yang diucapkan agar supaya setiap orang yang datang ke desa ini sangat menyesal bila akan meninggalkannya. Orang akan merasa susah untuk beranjak dari desa ini. Makanya di gapura masuk desa tertulis Elur ma te up. Desa Picuan Baru dan Powalutan katanya juga didirikan dengan upacara adat oleh orang Picuan.
Batu Budaya
                Tempat upacara tumani biasanya diberi tanda dengan bebatuan. Sampai hari ini masyarakat sekitar masih menghargai peninggalan leluhur mereka dan kadang mereka melakukan ibadah (tradisi Kristen) di batu ini. Tempat upacara tumani ini oleh warga desa sering disebut Batu Budaya atau Batu dasar desa. Ini mungkin karena kurangnya wawasan sejarah dari orang-orang kampung atau juga pengaruh agama modern  sehingga tidak mengetahui sejarah desa mereka sendiri. Tetapi yang terpenting masih ada kesadaran warga desa untuk menjaga situs budaya itu.


[1] Untuk sebagaian besar orang menyebut desa ini Picuan Lama oleh karena ada juga desa yang bernama Picuan Baru.
[2] koordinator lapangan di lokasi KKN
[3] Nicolas (nico) Marten Lendo.
[4]Biasanya upacara tumani menggunakan patahan lidi yang di masukan dalam kendi atau kure’ dan di kuburkan di tanah. Tetapi menurut keterangan opa Lendo upacara tumani di desa ini menggunakan bayi (orok) yang tak bernapas ketika lahir dan ayam berbulu putih.
[5] Sebagian  nama kampung di tanah Minahasa terjadi perubahan bentuk dan pelafalan (alomorf dan alofon). Contoh seperti Tondei dari tinondeian, Pontak dari pinontaran, Raanan dari raang, dll.
[6] Menurut keterangan Marto Kumakau (meweteng) pinekuan artinya dalam bahasa melayu manado da patah akang tuis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar