halo aci!

halo aci!
Teater Ungu

Senin, 29 Oktober 2012

DEKONSTRUKSI PARADIGMA KEMINAHASAAN


(Sebuah stimulus dialog kritis)
Friedrich Nietzsche
                Tulisan ini bermaksud menghancurkan tatanan berpikir dan penilaian masyarakat minahasa yang terjebak pada ‘etnosentrisme’. Karena kesadaran akan sejarah yang terlalu subjektif akan meluluhkan fakta-fakta tertentu dan menciptakan narasi sejarah yang diselimuti oleh kebohongan. Dengan meminjam metode dekonstruksi maka paradigm tentang tatanan kebudayaan minahasa yang ada harus berusaha dihancurkan untuk menstimulus para sejarahwan dan budayawan untuk senantiasa lebih kritis dalam menggali, menulis, dan mendistribusikan kebenaran sejarah.
                Metode dekonstruksi yang digunakan di sini lebih dekat dengan filsafat nihilism[1] (baca : F. Nietzcshe) yang mendestruksi nilai-nilai tertinggi. Dengan meragukan dan mengkritik habis-habisan akan mendorong orang lain untuk melawan lebih kristis sehingga dilaketika ini akan melahirkan karya yang semestinya mengandung nilai-nilai kebenaran yang telah dikaji secara komprehensif.
1.       DEKONSTRUKSI MITOS MANUSIA PERTAMA DI MINAHASA
Ketika menelusuri asal usul orang Minahasa (native society) maka kita akan diperhadapkan dengan sejumlah mitologi dan perspektif historis. Semua menceritakan manusia pertama (Lumimuut dan Toar) dengan versinya masing-masing. Dari perspektif mitologi asal usul orang Minahasa katanya dari Wullur Mahatus. Lumimuut lahir dari batu dengan mediasi karema dan setelah dihadapkan ke beberapa penjuru mata angin akhirnya Lumimuut hamil;  mengandung Toar. Kemungkinan mitos ini diciptakan untuk mengklaim batas tanah minahasa ada di sana. Oleh karena terjadi sengketa antara Tontemboan dan Mongondow dan akhirnya menjadi perang kolosal yang melibatkan etnis lainnya. Sementara dari perspektif historis (namun aksiomatis) orang minahasa berasal dari bangsa Mongol yang melakukan eksplorasi atau pun gerombolan orang yang secara kebetulan berlabu di tanah Sulawesi Utara. Ini mengindikasikan bahwa orang Minahasa yang disebut sekarang ini bukanlah penduduk asli (imigran).
Mitologi bahwa orang Minahasa berasal dari Wullur Mahatus (daerah Modoinding sekarang) mungkin sengaja diciptakan untuk membenarkan perang perebutan tanah adat. Di daerah Motoling khususnya banyak nama-nama perkebunan dan tempat yang berasal dari bahasa mongondow. Oleh karena memang sebagian tanah Minahasa Selatan dulunya didiami oleh orang Mongondow.
2.       DEKONSTRUKSI BANGSA (ETNIK) MINAHASA
Bangsa dalam pengertian kaum fasis[2] adalah masyarakat yang memiliki ras dan bahasa yang sama. Bersatunya sub etnik tountemboan, toulour, dan tombulu yang kemudian melahirkan istilah Minahasa tak lebih dari kesepakan politik. Oleh karena arti Minahasa itu sendiri cenderung mengandung arti politis; dari kata ma dan esa yang diberi infiks in menjadi minahasa[3] yang artinya bersatu; disatukan; menyatu, sudah bersatu. Minahasa adalah preskripsi untuk mendamaikan konflik antar suku dan kemudian sebagai penentang imperialisme. Ini sama halnya dengan konsep Indonesia yang tak lebih dari kesepakatan politis akibat tekanan kolonialisme.
Minahasa  termasuk ras mongoloid dalam lingkar Asia Tenggara ciri-ciri orang Minahasa lebih mirip orang Filipin dan Thailan dan memiliki kemiripan kebudayaan[4]. Jadi bisa saja orang Minahasa sebenarnya adalah orang Filipin atau Thailan yang beremigrasi. Oleh karena dari segi ras dan kebudayaan memiliki banyak persamaan. Tetapi hari ini orang minahasa kebanyakan adalah hasil persilangan dari berbagai ras lainnya.
3.       DEKONSTRUKSI KEBUDAYAAN MINAHASA
Hereditas kebudayaan Minahasa patut dipertanyakan orisinalitasnya oleh karena ada beberapa kesenian orang minahasa yang dengan jelas adalah hasil adopsi. Tarian Katrili jelas diadopsi dari bangsa Portugis yang pernah datang ke minahasa. Tarian ini dijadikan sebagai tarian dalam pesta untuk menghibur kaum bangsawan atau acara penyambutan. Tarian Kabasaran (kawasaran) tidak hanya ada di Minahasa tetapi di daerah lain juga ada yang disebut cakalele. Dalam kurun Asia Tenggara tarian ini pun lazim dipertunjukkan sebagai hiburan di kalangan masyarakat[5]. Kain Bentenan dan ukirannya juga mirip dengan yang ada di Sumatera. Sementara etos masyarakat Minahasa juga patut dipertanyakan karena telah terkontaminasi dengan kekristenan. Kita tak dapat mendeteksi tentang keaslian ungkapan dan prinsip masyarakat yang asli karena sebagian besar sejarah Minahasa diperoleh dari buku yang ditulis misionaris belanda dan orang Minahasa yang telah menjadi Kristen. Penuturan mereka pasti dipengaruhi oleh identitas baru mereka[6].
Budaya mapalus juga bukan khas Minahasa tetapi merupakan kebudayaan nusantara makanya dalam perumusan Pancasila gotong royong yang sama dengan mapalus adalah budaya kerja masyarakat Indonesia. Suatu bentuk kerjasama yang melibatkan banyak orang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
4.       MINAHASA ADALAH MASYARAKAT FEODAL
Masyarakat Minahasa telah mengenal sistem kasta dan bentuk pemerintahan sendiri. Masyarakat dibagi menjadi tiga kelas :
1.       Golongan MAKARUA SIOW (Tombulu) : untuk mengatur pengajaran, ibadah dan adat.
2.       Golongan MAKATELU PITU (Toulour) : mengatur jalannya pemerintahan dan keamanan.
3.       Golongan PASIOWAN TELU (Tountemboan) : menjadi pekerja, sebagai rakyat biasa.
dengan  pemerintahan
1.       Yang disapah WALIAN : merupakan pemimpin adat, kepercayaan/agama.
2.       Yang jadi TONAAS : merupakan kepala walak, wanua, ahli pertanian.
3.       Disebut TETERUSAN : pimpinan perang.
4.       Diangkat POTUASAN : sebagai penasihat.
5.       Dan WARANEY : prajurit perang
Sejarah perkembangan masyarakat dimulai dari masyarakat komunal primitive – perbudakan – feodal – kapitalis[7]. Tetapi dalam hal ini peradaban masyarakat Minahasa tampaknya baru lepas dari masyarakat komunal primitive dan mengarah ke masyarakat feodal. Tampaknya perang antar suku belum bisa menghasilkan perbudakan[8].
5.       MINAHASA MASA KINI
Minahasa hari ini adalah masyarakat yang tak jelas dan kehilangan tumpuan etos dan budaya. Kehilangan jati diri dan kemudian melebur dalam arus modernisasi sehingga mengidentifikasikan diri dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Masyarakat minahasa telah mengalami kawin campur sedemikian rupa sehingga tak ada lagi yang bisa mengklaim diri sebagai pure society. Minahasa sampai hari ini terkenal dengan para pelacur yang diperdagangkan di nusantara bahkan ada yang diekspor ke luar negeri dan sekaligus menjadi budak di sana.
Minahasa yang mengklaim diri mempunyai semangat perang dan tak mau diperbudak akhirnya harus tunduk pada persoalan tuntutan ekonomi dan merelakan dirinya dieksploitasi dan dikomersialisasi. Orang-orang minahasa yang naik ke panggung politik nasional kini mempermalukan diri karena terjebak kasus korupsi.


[1] Filsafat nihilism tidak ingin terjebak pada kebenaran tertentu karena persoalan kebenaran sangat relative dan tidak mutlak. Kondisi nihilis tidak ingin mempercayai dan terjebak pada suatu kebenaran yang mutlak.
[2] Hitler sendiri dalam bukunya Mein Kamft menulis bahwa jerman dan Austria sebenarnya satu dalam konteks bangsa tetapi dipisahkan secara politis - begitu juga dengan Taiwan yang sebenarnya adalah bagian dari Cina. Inilah yang memunculkan konsep negara bangsa; bahwa negara harus didirikan dari satu bangsa.
[3] Grafland. Minahasa masa lalu dan masa kini.
[4] Anthony Reid dalam buku  Asia Tenggara dalam Kurun Niaga menjelaskan bahwa  ada masyarakat Asia Tenggara suka sekali bergaya. Bagi mereka pakaian sangat penting dalam pergaulan dibanding tempat tinggal oleh karena pakaian adalah sesuatu yang langsung dipandang orang. Orang Minahasa (Manado) terkenal dengan sebutan biar kala nasi asal jangan kala aksi atau orang Jawa membuat plesetan Menado yaitu menang tampang doang.
[5] Ibidem.
[6] Kekristenan membuat jembatan antara ajaran kristen dan kebudayaan Minahasa sehingga Minahasa modern adalah masyarakat sintetik.
[7] Dalam perspektif marxisme akhir dari perkembangan masyarakat adalah masyarakat sosialis dan komunis.
[8] Ada argumentasi masyarakat Minahasa tak pernah diperbudak walaupun dalam konteks kolonialisme Belanda karena orang minahasa diperlakukan sama dan menjadi mitra kolonialis. Makanya orang Minahasa (Manado) juga disebut anjing Belanda karena membantu Belanda menaklukkan daerah-daerah lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar