I.
DEFINISI
Domba Kecil |
Ketika mendengar
atau membaca kata ‘cinta’ maka yang menjadi gambaran mental dalam otak kita
adalah gambar hati atau sepasang manusia pria dan wanita. Tapi sebenarnya cinta
memiliki arti lebih dari itu karena cinta bukan hanya tentang pria dan wanita. Agape, storge, phile, dan eros sepadan dengan kata cinta dalam
bahasa Indonesia tetapi penggunaan kata-kata tersebut sangatlah kontekstual;
cinta yang ditujukan pada sesuatu yang supranatural, keluarga/kerabat, benda,
dan lawan jenis. Pada saat ini definisi cinta yang akan kita bahasa khusus
hanya pada cinta dalam pengertian eros.
Cinta (eros) adalah kondisi perasaan yang
melibatkan hasrat seksual sebagai kebutuhan biologis dan psikologis manusia.
Tetapi konsep ini dikaburkan dengan ungkapan bahwa cinta jenis ini tak
terjelaskan ketika dia muncul. Sebenarnya itu hanya untuk menghindari tuduhan
bahwa perasaannya itu asusila atau bertentangan dengan moralitas. Seksualitas
tidak seharusnya kita identikkan dengan kegiatan bersenggama atau penetrasi.
Menurut bapak psikoanalisis (Sigmund Freud) seksualitas tidak hanya dimulai
pada umur belasan atau pada tahap genital
manusia tetapi telah dimulai sejak masih bayi.
Ketika orang
jatuh cinta ada sekumpulan hasrat dan perasaan tak terjelaskan sehingga mereka
hanya bisa berkata bahwa mereka sangat mencintai seseorang itu. Hasrat ini yang
mendorong seseorang untuk mengorbankan apa saja demi cinta.
II.
PATRIARKI
DAN PENINDASAN PEREMPUAN
Sebagian besar
budaya dunia didominasi oleh patriarki; bukan hanya garis keturunan yang
ditentukan oleh pria (patrilineal)
tetapi konsep keagamaan dan kenegaraan ditentukan oleh kaum pria. Misalnya
tuhan diidentikkan dengan maskulinitas dan pemimpin-pemimpin didominasi oleh
kaum pria.
Budaya
patriariki menciptakan berbagai mitos tentang perempuan dan yang paling umum
perempuan adalah makhluk lemah, emosional, dan ditakdirkan kerja di dapur
mengurusi rumah tangga dan anak. Memang umumnya perempuan sekarang terlihat
seperti itu tetapi kondisi perempuan sekarang ini ditentukan oleh evolusi
sosial yang sangat dipengaruhi oleh munculnya budaya patriarki. Seakan-akan
kondisi perempuan sekarang adalah takdir kolektif mereka dan tidak bisa diubah.
Padahal kondisi sekarang ini telah melalui proses srukturasi sosial yang begitu
panjang.
Panter |
Pada awalnya
pria dan wanita memiliki kekuatan sama dan bekerja menggunakan alat-alat
produksi yang sama pula. Ketika wanita mengalami menstruasi, hamil, dan
menyusui maka produktivitas kerja mereka terhenti. Ketika ini pula kaum pria
mengusai alat-alat produksi dan menempatkan wanita pada kerja-kerja ringan.
Secara biologis wanita lemah bukan karena takdir tetapi oleh karena kesempatan
kerjanya berkurang. Hal ini terbukti ketika kita membandingkan masyarakat desa
dan perkotaan. Masyarakat desa terbiasa dengan kerja-kerja berat sementara
masyarakat kota tidak. Orang-orang yang terbiasa dengan kerja-kerja ringan akan
sangat sulit ketika tiba-tiba dihadapkan pada kerja yang tingkat beratnya di
luar kebiasaan. Wanita mengalami hal yang sama, ketika mereka terbiasa dengan
kerja-kerja ringan maka otot-otot mereka menyusut. Jadi sebenarnya wanita lemah
bukan berarti mereka tidak akan bisa mengerjakan kerja-kerja yang dilakukan
oleh pria tetapi karena tidak terbiasa melakukannya.
Mitos kedua
adalah wanita adalah makhluk emosional sementara pria adalah makhluk logikal
atau rasional sehingga yang harus mengatur masyarakat haruslah pria. Tetapi
sebenarnya yang pertama kali mengunakan akalnya dalam peradaban manusia adalah
wanita. Ketika melahirkan wanita yang pertama kali berpikir untuk melindungi
bayinya dengan sesuatu yang hangat, menemukan obat-obatan, dan api. Ini
didorong oleh prinsip ‘survival of the
fittest’ atau ‘struggle of existence’
untuk melindungi keturunan dan kontinuitas spesies. Mitos bahwa wanita adalah
makhluk emosional telah terbukti tidak benar dengan lahirnya pemimpin-pemimpin
wanita yang tangguh seperti Jean d’Arc, Margareth Thatcher, Golda Meir dan
perjuangan hak-hak kaum gay/ homosesks yang mengaku diri mereka secara
psikologis adalah perempuan; mereka sangat emosional.
III.
ROMANTISME
Abad romantisme
membuat banyak konsepsi tentang cinta yang sangat abstrak dan idealistis bagi
manusia. Sastra-satra didominasi oleh kisah heroik tentang cinta yang
menyangkut perjuangan dan pendobrakan tatanan sosial yang didorong oleh
semangat cinta. Cinta telah menjadi identik dengan pengorbanan, kesetiaan, dan
mampu mengalahkan segalanya sehingga manusia telah percaya bahwa cinta sejati
seperti dalam karya sastra dan film benar-benar ada.
Tetapi ada juga
sebagian sastrawan yang beraliran realis yang menggambarkan bahwa konsepsi
cinta sejati pada kenyataannya tidaklah ada. Saya ingin mengutib beberapa lirik
lagu seperti “love is one big illusion”
(MLTR), “love hurts…love is just a lie” (Nazareth), “cause nothing last forever
and we both know heart can change” (Guns and Roses). Semua lagu itu
memberikan penyadaran bahwa cinta hanya akan berakhir pada pengkhianatan dan
penyesalan. Mungkin konsepsi ini juga sejalan dengan ungkapan dalam The Holy Bible yang berkata “tidak ada
yang sempurna, seorang pun tidak”. Setiap janji dan komitmen tidak seorang
pun yang menjalankannya secara sempurna.
Memang pada
kenyataannya masyarakat telah dininanbobokan dengan konsepsi cinta yang begitu
idealistis. Kampanye-kampanye cinta memang dibantu oleh media massa dan media
elektronik sehingga masyarakat kita yang cenderung konsumeris telah menelan
mentah-mentah konsepsi cinta seperti itu. Umumnya manusia usia belasan yang
menjadi korban cinta karena mereka telah diindoktrinasi oleh lagu-lagu dan
film-film drama romantik yang membuat mereka mengidentifikasikan diri dalam
kepolosan.
IV.
CINTA
DAN LEGITIMASI
Dengan konsepsi
cinta manusia rela berkorban oleh karena satu keyakinan bahwa cinta sejati
memang ada. Mereka sanggup menerima segala konsekuensi oleh karena cinta yang
mereka anggap tulus. Ayat-ayat cinta adalah mantra-mantra yang bisa
menghipnosis siapa saja dan itu dianggap sangat normal. Kita memang sedang
hidup di zaman gombalisasi dan masyarakat
kita terhipnosis oleh media sehingga cara berpikir, berperilaku, gaya pakaian,
dan pola makan kita disesuaikan dengan apa yang lagi tren.
Tak heran
sekarang ini cinta telah melegitimasi seks di usia dini, seks di luar nikah,
dan praktik aborsi. Kata-kata cinta telah menjadi standar ketulusan untuk
melakukan hal-hal yang sangat menyimpang dari norma-norma sosial dan agama.
Terlalu banyak orang yang beriman tetapi tak mampu menahan nafsu mereka. Atas
nama cinta manusia rela mengkhianati kepercayaan mereka dan meninggalkan
keluarga, sahabat, dan bangsa mereka sendiri.
Cinta juga telah
menjadi alat legitimasi yang sangat kuat dalam menunjang produk-produk
kapitalisme. Seperti iklan-iklan parfum, bedak, mobil, motor, dan yang lain
sehingga cinta telah menjadi mediasi dalam melakukan misi pembodohan
masyarakat. Masyarakat kita yang masih kurang dewasa telah menjadi korban pembodohan
yang tersistematis dari para kaum kapitalis. Kita perlu kesadaran dalam hidup
karena memang banyak manusia yang hidup dengan naluri dan mengabaikan
identitasnya sebagai homo sapiens.
V.
KE
ARAH PERUBAHAN
Emansipasi untuk
kaum perempuan belum terlalu kentara khususnya di dunia timur oleh karena
praktik poligami, KDRT, dan trafficking masih berlaku. Memang pada dasarnya
kesadaran akan eksploitasi terhadap kaum perempuan masih kurang di masyarakat
kita dan lebih banyak wanita telah menyenangi keadaan yang telah terkondisikan
bagi mereka. Pergerakan penyadaran tentang ekploitasi kaum perempuan seharusnya
bukan hanya oleh kaum perempuan saja tetapi oleh lelaki juga dan menggabungkan
diri dalam perjuangan feminisme.
Perempuan harus
berani tampil sebagai pemimpin dan menghancurkan segala mitos tentang dirinya.
Mereka harus berani menyatakan bahwa mereka bukan objek seksualitas atau
derajatnya lebih rendah dari kaum laki-laki. Perempuan harus mengisi fungsi
sosial dalam semua bidang sehingga mitis tentang kekhususan kerja yang telah
ditakdirkan menjadi terbantahkan. Perempuan tidak seharusnya menerima hal yang
telah terkondisikan pada diri mereka tetapi juga harus lebih aktif dalam upaya
menyamakan hak-hak kemanusiaan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar