(Sebuah
cermin)
Pada sore hari 25 Desember 2014 suara sirene polisi terdengar
dan kendaraan mereka kebut ke sana ke mari. Aku curiga itu semacam
pawai untuk menyambut kelahiran Yesus. Mereka masuk rumah keluar rumah
lengkap dengan senjata. Aku pikir itu semacam selamatan natal. Tetapi
aku mendengar mereka bertanya dengan suara keras dan memaki-maki,
"Setan! Di mana bayi Kristus? Ayo, cepat tunjukkan! Jangan ada yang
berani menyembunyikannya. Bayi itu harus dimusnahkan!". Aku dengar
penguasa telah membuat surat edaran dan para dewan telah membuat
ketetapan agar tak boleh ada yang namanya kristus. Penguasa melarang
keras untuk menyembunyikan, menyebarkan, dan mempraktekan ajaran
kristus.
Dari desas desus yang aku dengar ada orang yang telah
memprediksikan bahwa akan lahir seseorang dengan semangat revolusioner
untuk menumpas kekuasaan korup dan kemunafikan dalam agama-agama
modern. Sudah tentu mereka yang pro status quo tidak akan membiarkan
bayi kristus tumbuh menjadi besar karena itu ancaman bagi kekuasaan.
"Kristus
tak boleh lahir. Jika dia lahir kita akan kehilangan jabatan dan
kebebasan. Maka dari itu pergilah ke setiap rumah-rumah dan tanyakan
apakah ada bayi kristus di situ."
Aku menikmati natal bersama
Sinyo, Siki, Marpa, para Usi, seseorang bernama Pitson, dan keramaian
dalam percakapan bersama seorang gadis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar