(Tuama tanpa rusuk sebelah)
Hidup sendiri di tengah banyak orang; itulah dia. Dia bukan seorang
duda yang ditinggal mati, diceraikan atau ditinggalkan oleh wanita yang kawin
lari dengan orang lain. Dia juga bukan hermaphrodite yang berkelamin ganda. Dia
bukan seorang misoginis. Dia telah memilih jalan untuk dirinya sendiri; jalan
yang hanya bisa ditapaki oleh dua kaki. Jalan yang langsung menghilang ketika
telah ditapaki; itulah jalannya, jalang
langkoy. Apakah jalan ini juga yang
dipilih oleh Yesus?
Ketika berjalan di sebuah lorong tiba-tiba dia
dikagetkan dengan suara yang berasal dari sebuah rumah tepat di sampingnya. “woi so bole e … so lebe sore!” suara itu
disertai gelak tawa yang terdengar kira-kira ada beberapa orang. Lelaki ini
mengacuhkan saja pernyataan itu karena memang pernyataan itu bukan baru sekali
dia dengar. Sudah ribuan kali sejak dia berumur 29 tahun. Sekarang dia berumur
38 tahun. Umumnya masa kejayaan dalam pergaulan sampai pada umur 23 tahun dan
digantikan oleh generasi-generasi baru. Jadi, pernyataan itu bisa bermakna
sindiran, ajakan, atau dorongan. Pernyataan itu berarti dia harus secepatnya
menikah karena pria yang makin tua akan kehilangan stamina dalam hal
seksualitas. Kemungkinan besar penis tidak akan ereksi secara normal lagi.
Tetapi kenapa orang-orang ini mengkhawatirkan hal itu? Dia berjalan terus
sambil membalas dengan senyum tipis.
Tiba di rumah dia mendapati ayahnya sedang duduk
bersandar dengan mata tertutup sambil mengelus-elus kepala seekor anjing.
Ibunya berada di dapur sedang mencuci baju dan terlihat api sedang menyala di dodika. Orang tuanya pernah mengeluhkan
tentang jalan yang dipilihnya ini dan membujuknya untuk menikah dengan seorang
gadis belia korban perkosaan dua lima tahun lalu. Walau umur mereka beda jauh
tetapi dari segi kualitas sosial mereka bisa dianggap sama. Yang satu segelnya
rusak sebelum terjual dan yang satu rusak karena disegel sampai kadaluarsa.
Ibunya berpikir seandainya dia menikah maka beban kerja di rumah akan
terkurangi. Istrinya juga akan senantiasa mencuci baju, membuat masakan, dan
mencari kayu bakar. Setidaknya juga akan ada yang mengurusi mereka di hari-hari
tua.
Dia masuk ke kamar tanpa menyapa ayah dan ibunya.
Kamar ini yang sejak kecil adalah kamar pribadinya. Dia membaringkan diri dan
berpikir tentang jalan yang telah dipilhnya. Apakah aku sanggup menapaki jalan
ini? Dia berpikir. Sudah sekian tahun aku
menemanimu dan berharap aku dihuni oleh dua orang yang akan bercinta setiap
malam tapi sampai saat ini kau masih menyendiri jua. Apa kau ini homoseks?
Kamar itu seakan berbicara kepadanya dan menambah beban pikiran saja. Para langkoy di desa menurut orang-orang
adalah mereka yang tidak memiliki kemampuan bergaul yang baik. Mereka juga
cenderung introvert perbincangan soal hubungan percintaan. Mereka kebanyakan
adalah para pemuda petani yang tak mendapat pendidikan selayaknya. Di desa ada
kecenderungan anak-anak lebih suka ke kebun daripada ke sekolah. Sekolah bagi
mereka adalah institusi penindasan karena setiap terlambat masuk mereka di
hantam guru piket. Belum lagi ketika mereka tak mengerjakan PR atau tak
mencatat. Ada juga kesalahan-kesalahan yang ditimpakan kepada mereka hanya
karena pelampiasan amarah guru yang tak tersalur di rumah atau ada percekcokan
antar sesama guru. Tetapi di kebun mereka belajar banyak hal. Belajar berburu
dan juga berkebun. Di kebun mereka merasa sangat bebas daripada di sekolah yang
seperti di penjara.
Tetapi ada juga kecurigaan lain bagi para pemuda langkoy ini yaitu mereka dikira
benar-benar homoseks. Karena banyak yang kedapatan mereka lebih suka
kongko-kongkow dengan rombongan lelaki dan tidur bersama. Suatu kali ada yang
pernah menuturkan bahwa teman lelakinya ternyata homoseks karena ketika mereka
tidur bersama dalam keadaan mabuk temannya itu pernah mencoba mempermaikan
penisnya. Untung dia cepat tersadar. Pengalaman-pengalaman orang-orang desa
akan memunculkan pandangan yang beragam terhadap pemuda yang di usia makin
senja namun belum juga menikah. Apakah mungkin juga dia punya wentel yang merupakan pantangan menyentuh
seorang gadis apalagi menikahinya. Tetapi ada juga ‘pemuda-pemuda’ langkoy yang broken (broken heart)
karena mereka percaya bahwa cinta mereka hanya untuk satu gadis saja. Jika dia
pergi, menikah dengan orang lain, atau mati maka mereka memilih untuk hidup
sendiri. Di lain sisi ada banyak pemuda-pemuda langkoy yang tak kebagian stok perempuan karena jumlah perempuan di
desa lebih kecil daripada lelaki. Anehnya juga walaupun stok perempuan sesuai
dengan permintaan tetapi lebih banyak stok ini terjual di kampung tetangga atau
di daerah perkotaan. Perempuan memang tidak seperti barang dagangan lain karena
komoditi ini memiliki kemampuan untuk memilih konsumennya. Mereka lebih memilih
konsumen yang berpendidikan – yang pasti pekerjaannya bukan ma’gula ato ma’kopra – atau bisa
saja tukang ojek atau supir yag bisa mengajak mereka berkeliling. Yang paling
malang adalah pemuda-pemuda yang akhirnya tak menikah karena waktunya habis
dengan pacaran. Katanya dia selalu melakukan koleksi perempuan (playboy) untuk diseleksi tetapi akhirnya
suatu saat dia tak lagi dipercaya oleh gadis-gadis. Mereka dapat dikategorikan
sebagai pemuda-pemuda langkoy tetapi
bukan karena pilihan.
Faktor pelarangan terhadap eksogami pun merupakan
penyebab para pria di desa menjadi langkoy.
Masyarakat yang berdiam di suatu tempat dan yang memiliki penduduk kurang dari
3000 jiwa mempunyai ikatan kekeluargaaan yang cukup kuat. Relasi kekeluargaan
antar klan (marga) saling menyilang sehingga membuat bagi para pria di desa
sulit menemukan gadis yang tidak memiliki ikatan darah. Menikahi gadis yang
masih memiliki ikatan darah (incest)
dianggap tindakan yang tidak baik (taboo)
bagi para orang tua. Di satu sisi ada
pelarangan walaupun secara konvensional untuk menikah dengan gadis di luar suku
apalagi dengan yang memiliki agama berbeda. Tetapi ada banyak juga pria di desa
yang melanggar hal semacam itu dan menikah dengan gadis di luar suku bahkan
sampai berpindah agama. Mereka lebih memilih melanggar aturan daripada hidup
menjadi seorang langkoy. Walaupun
sanksi sosialnya mereka terkucil dari masyarakat di mana mereka berasal.
Tetapi memilih jalan langkoy sungguh berat. Dapatkah kau hidup tanpa seks? Libido;
keinginan yang dirangsang secara biologis dan harus segera dipuaskan. Sunat
tidak bisa menghentikan kebutuhan ini karena hanya mengeluarkan kulit katannya
saja. Mungkin lebih baik dikebiri, dengan membuang buah zakar kau akan terbebas
dari rangsangan ini karena buah zakar adalah tempat diproduksinya sperma.
Tetapi adakah orang yang pernah dikebiri seperti hewan untuk menghentikan
tindakan reproduksinya karena telah menciptakan jumlah spesies yang berlebihan.
Menjadi langkoy secara sukarela membutuhkan komitmen yang matang karena setiap
komitmen pasti akan diperhadapkan dengan tantangan. Bisa saja suatu saat kau
mencabuli anak kecil untuk memuaskan libidomu atau juga kau memilih menikah
dengan seorang janda karena lelah dan tak tahan menjalani hidup sebagai orang langkoy. Saat itu kau akan disebut
murtad. Ada banyak orang yang dipenjara karena mencabuli anak-anak gadis dan
banyak juga orang yang bersungut-sungut tak mendapat keturunan karena menikah
di usia ketika istrinya tak produktif lagi (menopause).
Dia menatap langit-langit di kamarnya dan ribuan
suara bercampur aduk di telinga berusaha melunturkan jalan yang dia pilih.
Semua saudara lelakinya telah menikah bahkan anak dari saudara-saudaranya kini
sedang belajar bergaul dengan anak-anak gadis. Lalu aku ini apa? Dia bertanya
pada dirinya. Bagiku pernikahan adalah institusi penindasan. Bersetubuh
bukanlah ukuran kebahagiaan manusia. Persetubuhan hanyalah sensasi-sensasi
sesaat. Itulah yang paling banyak diidam-idamkan oleh banyak lelaki untuk
menikah. Bukankah onani juga bisa memberi sensasi-sensasi semacam itu? Setiap
malam kau bisa bersetubuh dengan istrimu tetapi ketika ayam berkokok kau harus
bangun untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan untuk
mempertahankan kecantikan istrimu. Jika kau punya anak awalnya kau merasa
bahagia tetapi sesudahnya kau harus bekerja keras untuk membesarkannya. Kau
harus memenuhi kebutuhan pokok sampai kebutuhan-kebutuhan ilusif. Dengan begitu
kau akan disebut bertanggung jawab dan keluargamu bahagia.
Menjadi seorang langkoy
adalah menjadi orang yang bebas tetapi tidak semua orang langkoy sama. Pria ini menyebut dirinya sebagai seorang langkoy filosofis. Dia memilih hidup
tanpa wanita bukan karena ketidakmampuannya menaklukkan wanita, atau dirinya
homoseks, tak berpendidikan, tak berharta, atau tak mendapat bagian stok
wanita. Dia hanya ingin hidup bebas dari keinginan. Tak seperti langkoy-langkoy yang menghabiskan waktu
di warung-warung dengan minuman keras dia justru bekerja keras dan menghasilkan
uang yang cukup untuk orang tua, diri sendiri, dan pesta kecil-kecilan dengan
komunitas pergaulannya. Dia sungguh orang yang produktif tetapi ketika dia
berkeluarga belum tentu hasil kerjanya bisa memenuhi semua kebutuhan.
Memilih jalan langkoy
sama dengan melanggar kodrat biologis. Lalu untuk apa penis diciptakan kalau
tak difungsikan? Bentuk penis yang menyerupai silinder bukanlah sekedar sebagai
pipa saluran kencing tetapi lebih daripada itu
memiliki sparring partner. Kaum homoseks memahami bahwa
jiwa mereka beroposisi dengan kenyataan fisiknya sendiri dan pria ini bukan
seperti itu. Jadi jelas bahwa tak ada kesalahan genetis di sini. Mungkin
pilihan ini semacam pemberontakan terhadap konvensi-konvensi sosial. Atau
mungkin dia telah belajar dari para pejuang yang jatuh karena perempuan? Apakah
dia berhasrat menjadi seorang pejuang tanpa perempuan? Entalah.
bagaimana dengan statement yang mengatakan bahwa orang yang langkoy dikarenakan wanitanya yang jodoh dengannya sudah mati duluan sebelum bertemu.
BalasHapusYanli
itu namanya jomblo ditinggal mati alias jodi
BalasHapushehe
:)
heeeemmmhh,pilihan
BalasHapus