(cikal bakal dan fenomena di balik
pendiriannya)
Disusun oleh:
Iswadi Sual
Editor:
Pnt. Iswan Sual, S.s
“MENULIS
SEJARAH, BAIK BURUK HARUS DIISI.” GUSTAV F. TAMAKA[1]
Awalnya
umat katolik di desa Tondei hanya terdiri dari beberapa keluarga yang sering
melaksanakan misa di rumah-rumah. Ini merupakan kelompok katolik yang digerakan
oleh Gustav F. Tamaka dan Lius Piri.
Lius Piri adalah seorang katolik dari desa Kroit[6]
yang kebetulan menikah dengan orang Tondei bermarga Lumempouw. Mereka membuat gereja (dalam pengertian etimologis)
kecil dan melaksanakan ibadah rutin di rumah-rumah. Ini semata hanya sebagai
solidaritas sesama katolik dan belum ada rencana untuk mendirikan tempat
ibadah.
Pada
tahun 1984 pasca pemilihan ukung tua
(hukum tua) terjadi ketegangan politik antar para calon yang kalah dalam
pemilihan itu[7]
dengan lawan-lawan politiknya. Yang menjadi ukung
tua waktu itu adalah Laloan L. L. Sumangkut; terpilih pada 9 Juni 1984 –
1992[8].
Kekecewaan politik ini berubah menjadi sentimen-sentimen yang berkaitan dengan
apa saja. Seminggu sesudah pesta demokrasi itu (Bernard?) Lumapouw[9]
mengunjungi Gustav Tamaka dan membicarakan soal pendirian gereja katolik.
Kemudian disusul oleh Manuel Lumapouw dan Julian
Wongkar[10]
datang mendiskusikan hal itu. Awalnya Gustav Tamaka tidak mempercayai proposal
ini tetapi karena ada hasrat besar dari Manuel Lumapouw maka disetujui juga.
Untuk menindaklanjuti itu mereka kemudian pergi dengan sepeda motor – usaha ini
sedikit ada kecanggungan karena misi mendirikan gereja baru akan membuat risi
jemaat lain - menghadap Pastor Mailangkay di Tompaso Baru. Saat itu Manuel
Lumapouw mengutarakan kehendak besarnya untuk mendirikan gereja katolik. Dalam
pemahamannya katolik hanyalah golongan dalam kekristenan yang tak disadarinya
bahwa katolik sudah merupakan agama yang berbeda dengan protestan. Ini
sebenarnya yang menjadi kegundahan dari Gustav Tamaka sendiri. Tetapi karena
Manuel Lumapouw sudah mengutarakan niatnya dan telah menjanjikan jumlah jemaat
yang cukup banyak serta akan menyumbangkan tanahnya untuk bangunan gereja maka
pastor pun setuju.
Pada
bulan agustus tahun itu pastor dan dewan paroki Tompaso Baru datang ke Tondei dan
membicarakan soal pendirian gereja katolik. Setelah semuanya telah diurus
mengenai administratif gereja maka kemudian pastor mengirim Bpk. Kilisan dari Kinamang Tompaso Baru beserta istrinya ke
Tondei untuk memimpin jemaat. Sesudah itu muncul surat dari paroki untuk
mengadakan misa dalam peletakan batu pertama pendirian gedung gereja katolik.
Maka sehari sebelum misa dilaksanakan jemaat mengadakan persiapan demi
persiapan walaupun yang banyak berkorban secara materil adalah Manuel Lumapouw.
Pada malam sebelum misa laksanakan tiba-tiba muncul surat gugatan dari Detje Sumangkut[11]
– usaha ini diduga ada desakan dari pihak-pihak lain yang ingin membatalkan
pendirian gereja katolik - yang adalah istri dari Manuel Lumapouw terhadap
tanah yang akan didirikan bangunan gereja. Oleh karena kintal (sebidang tanah) itu adalah milik keluarga. Surat ini
memunculkan ketegangan dalam semangat mula-mula di jemaat katolik. Tetapi
ketika dirundingkan kembali dengan istrinya maka akhirnya surat hibah pun
ditandatangani oleh suami istri tersebut.
Di
pagi hari sebelum misa dilaksanakan memang ada kepanikan karena rombongan
paroki sudah di tengah jalan. Apa jadinya jika misa ini dibatalkan. Pastor juga
sempat membaca surat gugatan itu dan dengan kecewa mengatakan akan membatalkan
acara tetapi tetap akan melakukan pemberkatan terhadap material yang sudah dibawa. Tetapi akhirnya Manuel Lumapouw muncul dan memastikan semua akan
berjalan lancar – manuel dan istrinya menandatangani surat hibah di altar.
Rombongan paroki yang datang cukup banyak walaupun keadaan jalan waktu itu
belum baik karena banyak lubang dan lumpur. Tetapi atas usaha Manuel Lumapouw
yang menggerakan orang-orangnya untuk kerja bakti maka mobil-mobil pun bisa
masuk ke desa Tondei. Dalam misa yang dilaksanakan para umat katolik yang baru
juga menerima sakramen sebagai tanda diterima sebagai umat katolik secara sah
(kudus?).
Setelah
gereja katolik berdiri selang tiga bulan Bpk. Kilisan yang sering sakit-sakitan
akhirnya menyerahkan tanggung jawab untuk memimpin gereja katolik pada Gustav
Tamaka. Hal ini pun mendapat restu dari pastor Mailangkay dan sejak saat itu
Gustav Tamaka menjadi ketua jemaat gereka katolik di Tondei. Manuel Lumapouw
selama dua puluh tahun aktif di gereja katolik sampai di ujung usiannya;
istrinya walaupun tidak menjadi katolik tapi juga menyempatkan diri membantu kegiatan-kegiatan
di gereja katolik stasi Tondei. Menurut Gustav Tamaka jika kita bertanya kenapa
ada gereja katolik di Tondei itu karena Manuel Lumapouw. Walaupun awalnya
gereja katolik di tondei didirikan karena perseteruan politik tapi dia telah
membuktikan konsistensinya memeluk agama katolik sampai ditutup usianya.
Sekarang
ini bangunan gereja katolik sudah sangat memprihatinkan jemaatnya pun tinggal
lima belas kepala keluarga. Jemaatnya pun banyak yang tidak menetap di desa
karena bekerja di kota atau di luar desa. Kadang orang menyebut gereja ini
sebagai gereja musiman karena jarang terlihat melakukan aktivitas. Tetapi
sejak katolik berdiri di desa Tondei terlepas dari berbagai motif-motif
pendiriannya telah mengalami dinamika dan masih konsisten sampai hari ini.
[1]
Gustav Fransiskus Tamaka lahir di Manado 27 Agustus 1937.
Anak dari keluarga Tamaka-Palengkahu. Ayahnya seorang pedagang disamping
mengajar di sekolah dan juga sempat menjadi gembala di Kerapatan Gereja
Protestan di Minahasa (KGPM). Menerima pendidikan Sekolah Rakyat (SR) Exelsiur (Katolik)
di Ulu Siau –ini yang menjadi faktor penyebab dirinya menjadi Katolik, Sekolah
Teknik … (STP) di Makasar, pada 1968 masuk kuliah untuk program sarjana muda di
IKIP Manado Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Pendidikan Sosial (Pensos). Pernah
bergabung dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di Dinas Kesehatan
Tentara (ABRI DKT) dan mengikuti misi di Irian Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan (GOM IV), Aceh operasi GAM, terakhir menjadi staf 7/12 di Manado.
Pernah mengajar di SMP Candra Kirana sampai tahun 1977. Bertugas sebagai mantri
di wilayah Poigar pada 1966. Turut membantu Guru Jemaat Bpk. Cyrus Bujung dalam
pendirian SMP Kristen Tondei (Yayasan GMIM) dan juga menjadi salah seorang
pengajar mulai 1984; walaupun sempat ada gugatan karena statusnya yang bukan
jemaat GMIM. Tiga tahun sesudah gereja katolik didirikan dia ditunjuk oleh
Pastor Mailangkay untuk menjadi guru jemaat. Menikah dengan Treisya Sarah
Rondonuwu ( 06 Mei 1938 - ….) pada 10 Juni 1960 dan dikaruniai tiga orang anak
perempuan (Yohana, Nova, dan Sophia) juga delapan cucu dan sepuluh cece.
[2]
Versi Ny. A. J, Bujung-Moningka menyentil sejarah gereja katolik dan menyatakan
bahwa pelopor pembentuknya adalah Petrus Tamaka, padahal nama sebenarnya Gustav
Fransiskus Tamaka, dan guru jemaat pertama adalah Kilisan dengan jumlah kk
sekitar 5 kk jumlah jiwa kira-kira 25 jiwa (Sejarah
Desa Tondei. Keadaan sampai tahun 1989. Tondei Raya. KSMT & STMS. 2012.
Ditulis kembali oleh Cyrtje A. C. Bujung tahun 2010).
[3]
Meninggal di Timor Timur
[4]
Nama lengkap tak teridentifikasi.
[5] Ibidem.
[6] Roong (desa) yang berdekatan dengan Tondei dan masyarakatnya mayoritas beragama katolik.
[7]
Ny. Bujung-Moningka menyebutkan bahwa di tahun 1984 bahwa ada dua peristiwa
penting yang terjadi yaitu terpilihnya Lon Laloan Londa Sumangkut sebagai ukung
tua dan masuknya golongan KGBI dan agama Katolik. Secara implisit dinyatakan
bahwa ada hubungan antara peristiwa politik dan masuknya golongan dan agama
baru di Desa Tondei. Ibidem.
[8] Ibidem.
[9]
Ayah dari Manuel Lumapouw.
[10]
Julian Wongkar yang lebih dikenal dengan panggilan Loleng beberapa kali menjabat sebagai ukung tua dan di masa jabatannya yang terakhir desa Tondei
dimekarkan menjadi tiga desa. Dia terlibat dalam upaya mendirikan gereja
katolik namun sesudah itu tidak aktif lagi.
[11]
Menjabat sebagai ukung tua Tondei Dua
pada tahun …………………….. isi suratnya adalah gugatan sebagai seorang istri kepada
pimpinan katolik waktu itu. Menurut Gustav Tamaka waktu itu lagi genjar-genjar
P4. Mungkin ini berkaitan dengan kedisiplinan orde baru yang sangat
mempengaruhi keadaan mental masyarakat sehingga isi surat itu memilki ruh
militeris.
Ini kerja mulia dan kudus. Kita dukung minimal dalam doa.
BalasHapusmaju.... bertahan.... sabar....lanjutkan cita-cita dari waktu ke waktu bagai mendaki bukit Joljuta sekalipun, nanti pd saatnya semua indah, disyukuri bersama-sama.