halo aci!

halo aci!
Teater Ungu

Rabu, 05 Juni 2013

SEJARAH GEREJA KATOLIK DESA TONDEI

 (cikal bakal dan fenomena di balik pendiriannya)
Disusun oleh:
Iswadi Sual
Editor:
Pnt. Iswan Sual, S.s

MENULIS SEJARAH, BAIK BURUK HARUS DIISI.” GUSTAV F. TAMAKA[1]

Gereja Katolik di Tondei didirikan pada tahun 1984 yang diprakarsai oleh Manuel Lumapouw[2]. Disahkan oleh Pastor Mailangkay[3] paroki Tompaso Baru bersama dewan-dewan paroki serta rombongan jemaat yang mendampingi melalui misa (kebaktian) peletakan batu pertama pendirian rumah ibadah dan penerimaan sakramen bagi pemeluk agama katolik yang baru.  Ketua jemaat Bpk. Kilisan[4] dan sekretaris Gustav Fransiskus Tamaka dengan jumlah jemaat pertama  dua puluh kepala keluarga (KK)[5].
Awalnya umat katolik di desa Tondei hanya terdiri dari beberapa keluarga yang sering melaksanakan misa di rumah-rumah. Ini merupakan kelompok katolik yang digerakan oleh Gustav F. Tamaka dan Lius Piri. Lius Piri adalah seorang katolik dari desa Kroit[6] yang kebetulan menikah dengan orang Tondei bermarga Lumempouw. Mereka membuat gereja (dalam pengertian etimologis) kecil dan melaksanakan ibadah rutin di rumah-rumah. Ini semata hanya sebagai solidaritas sesama katolik dan belum ada rencana untuk mendirikan tempat ibadah.
Pada tahun 1984 pasca pemilihan ukung tua (hukum tua) terjadi ketegangan politik antar para calon yang kalah dalam pemilihan itu[7] dengan lawan-lawan politiknya. Yang menjadi ukung tua waktu itu adalah Laloan L. L. Sumangkut; terpilih pada 9 Juni 1984 – 1992[8]. Kekecewaan politik ini berubah menjadi sentimen-sentimen yang berkaitan dengan apa saja. Seminggu sesudah pesta demokrasi itu (Bernard?) Lumapouw[9] mengunjungi Gustav Tamaka dan membicarakan soal pendirian gereja katolik. Kemudian disusul oleh Manuel Lumapouw dan Julian Wongkar[10] datang mendiskusikan hal itu. Awalnya Gustav Tamaka tidak mempercayai proposal ini tetapi karena ada hasrat besar dari Manuel Lumapouw maka disetujui juga. Untuk menindaklanjuti itu mereka kemudian pergi dengan sepeda motor – usaha ini sedikit ada kecanggungan karena misi mendirikan gereja baru akan membuat risi jemaat lain - menghadap Pastor Mailangkay di Tompaso Baru. Saat itu Manuel Lumapouw mengutarakan kehendak besarnya untuk mendirikan gereja katolik. Dalam pemahamannya katolik hanyalah golongan dalam kekristenan yang tak disadarinya bahwa katolik sudah merupakan agama yang berbeda dengan protestan. Ini sebenarnya yang menjadi kegundahan dari Gustav Tamaka sendiri. Tetapi karena Manuel Lumapouw sudah mengutarakan niatnya dan telah menjanjikan jumlah jemaat yang cukup banyak serta akan menyumbangkan tanahnya untuk bangunan gereja maka pastor pun setuju.
Pada bulan agustus tahun itu pastor dan dewan paroki Tompaso Baru datang ke Tondei dan membicarakan soal pendirian gereja katolik. Setelah semuanya telah diurus mengenai administratif gereja maka kemudian pastor mengirim Bpk. Kilisan  dari Kinamang Tompaso Baru beserta istrinya ke Tondei untuk memimpin jemaat. Sesudah itu muncul surat dari paroki untuk mengadakan misa dalam peletakan batu pertama pendirian gedung gereja katolik. Maka sehari sebelum misa dilaksanakan jemaat mengadakan persiapan demi persiapan walaupun yang banyak berkorban secara materil adalah Manuel Lumapouw. Pada malam sebelum misa laksanakan tiba-tiba muncul surat gugatan dari Detje Sumangkut[11] – usaha ini diduga ada desakan dari pihak-pihak lain yang ingin membatalkan pendirian gereja katolik - yang adalah istri dari Manuel Lumapouw terhadap tanah yang akan didirikan bangunan gereja. Oleh karena kintal (sebidang tanah) itu adalah milik keluarga. Surat ini memunculkan ketegangan dalam semangat mula-mula di jemaat katolik. Tetapi ketika dirundingkan kembali dengan istrinya maka akhirnya surat hibah pun ditandatangani oleh suami istri tersebut.
Di pagi hari sebelum misa dilaksanakan memang ada kepanikan karena rombongan paroki sudah di tengah jalan. Apa jadinya jika misa ini dibatalkan. Pastor juga sempat membaca surat gugatan itu dan dengan kecewa mengatakan akan membatalkan acara tetapi tetap akan melakukan pemberkatan terhadap material yang sudah dibawa. Tetapi akhirnya Manuel Lumapouw muncul dan memastikan semua akan berjalan lancar – manuel dan istrinya menandatangani surat hibah di altar. Rombongan paroki yang datang cukup banyak walaupun keadaan jalan waktu itu belum baik karena banyak lubang dan lumpur. Tetapi atas usaha Manuel Lumapouw yang menggerakan orang-orangnya untuk kerja bakti maka mobil-mobil pun bisa masuk ke desa Tondei. Dalam misa yang dilaksanakan para umat katolik yang baru juga menerima sakramen sebagai tanda diterima sebagai umat katolik secara sah (kudus?).
Setelah gereja katolik berdiri selang tiga bulan Bpk. Kilisan yang sering sakit-sakitan akhirnya menyerahkan tanggung jawab untuk memimpin gereja katolik pada Gustav Tamaka. Hal ini pun mendapat restu dari pastor Mailangkay dan sejak saat itu Gustav Tamaka menjadi ketua jemaat gereka katolik di Tondei. Manuel Lumapouw selama dua puluh tahun aktif di gereja katolik sampai di ujung usiannya; istrinya walaupun tidak menjadi katolik tapi juga menyempatkan diri membantu kegiatan-kegiatan di gereja katolik stasi Tondei. Menurut Gustav Tamaka jika kita bertanya kenapa ada gereja katolik di Tondei itu karena Manuel Lumapouw. Walaupun awalnya gereja katolik di tondei didirikan karena perseteruan politik tapi dia telah membuktikan konsistensinya memeluk agama katolik sampai ditutup usianya.
Sekarang ini bangunan gereja katolik sudah sangat memprihatinkan jemaatnya pun tinggal lima belas kepala keluarga. Jemaatnya pun banyak yang tidak menetap di desa karena bekerja di kota atau di luar desa. Kadang orang menyebut gereja ini sebagai gereja musiman karena jarang terlihat melakukan aktivitas. Tetapi sejak katolik berdiri di desa Tondei terlepas dari berbagai motif-motif pendiriannya telah mengalami dinamika dan masih konsisten sampai hari ini.



[1] Gustav Fransiskus Tamaka lahir di Manado 27 Agustus 1937. Anak dari keluarga Tamaka-Palengkahu. Ayahnya seorang pedagang disamping mengajar di sekolah dan juga sempat menjadi gembala di Kerapatan Gereja Protestan di Minahasa (KGPM). Menerima pendidikan Sekolah Rakyat (SR) Exelsiur (Katolik) di Ulu Siau –ini yang menjadi faktor penyebab dirinya menjadi Katolik, Sekolah Teknik … (STP) di Makasar, pada 1968 masuk kuliah untuk program sarjana muda di IKIP Manado Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Pendidikan Sosial (Pensos). Pernah bergabung dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di Dinas Kesehatan Tentara (ABRI DKT) dan mengikuti misi di Irian Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan (GOM IV), Aceh operasi GAM, terakhir menjadi staf 7/12 di Manado. Pernah mengajar di SMP Candra Kirana sampai tahun 1977. Bertugas sebagai mantri di wilayah Poigar pada 1966. Turut membantu Guru Jemaat Bpk. Cyrus Bujung dalam pendirian SMP Kristen Tondei (Yayasan GMIM) dan juga menjadi salah seorang pengajar mulai 1984; walaupun sempat ada gugatan karena statusnya yang bukan jemaat GMIM. Tiga tahun sesudah gereja katolik didirikan dia ditunjuk oleh Pastor Mailangkay untuk menjadi guru jemaat. Menikah dengan Treisya Sarah Rondonuwu ( 06 Mei 1938 - ….) pada 10 Juni 1960 dan dikaruniai tiga orang anak perempuan (Yohana, Nova, dan Sophia) juga delapan cucu dan sepuluh cece.
[2] Versi Ny. A. J, Bujung-Moningka menyentil sejarah gereja katolik dan menyatakan bahwa pelopor pembentuknya adalah Petrus Tamaka, padahal nama sebenarnya Gustav Fransiskus Tamaka, dan guru jemaat pertama adalah Kilisan dengan jumlah kk sekitar 5 kk jumlah jiwa kira-kira 25 jiwa (Sejarah Desa Tondei. Keadaan sampai tahun 1989. Tondei Raya. KSMT & STMS. 2012. Ditulis kembali oleh Cyrtje A. C. Bujung tahun 2010).
[3] Meninggal di Timor Timur
[4] Nama lengkap tak teridentifikasi.
[5] Ibidem.
[6] Roong (desa) yang berdekatan dengan  Tondei dan masyarakatnya mayoritas beragama katolik.
[7] Ny. Bujung-Moningka menyebutkan bahwa di tahun 1984 bahwa ada dua peristiwa penting yang terjadi yaitu terpilihnya Lon Laloan Londa Sumangkut sebagai ukung tua dan masuknya golongan KGBI dan agama Katolik. Secara implisit dinyatakan bahwa ada hubungan antara peristiwa politik dan masuknya golongan dan agama baru di Desa Tondei. Ibidem.
[8] Ibidem.
[9] Ayah dari Manuel Lumapouw.
[10] Julian Wongkar yang lebih dikenal dengan panggilan Loleng beberapa kali menjabat sebagai ukung tua dan di masa jabatannya yang terakhir desa Tondei dimekarkan menjadi tiga desa. Dia terlibat dalam upaya mendirikan gereja katolik namun sesudah itu tidak aktif lagi.
[11] Menjabat sebagai ukung tua Tondei Dua pada tahun …………………….. isi suratnya adalah gugatan sebagai seorang istri kepada pimpinan katolik waktu itu. Menurut Gustav Tamaka waktu itu lagi genjar-genjar P4. Mungkin ini berkaitan dengan kedisiplinan orde baru yang sangat mempengaruhi keadaan mental masyarakat sehingga isi surat itu memilki ruh militeris.

1 komentar:

  1. Ini kerja mulia dan kudus. Kita dukung minimal dalam doa.
    maju.... bertahan.... sabar....lanjutkan cita-cita dari waktu ke waktu bagai mendaki bukit Joljuta sekalipun, nanti pd saatnya semua indah, disyukuri bersama-sama.

    BalasHapus