(Renungan menjelang natal)
Yudas
adalah tokoh kontroversial dari dua belas murid Yesus dalam empat injil di Alkitab.
Dia adalah pribadi yang digambarkan sedemikian rupa dalam injil sebagai
pengkhianat yang telah kerasukan roh iblis sehingga menyerahkan gurunya disalib
dengan bayaran 30 keping perak. Tapi apakah benar orang yang berasal dari kaum zelot[1]
yang terkenal dengan keradikalannya ini adalah pengkhianat? Sebenarnya masih
ada perdebatan teologis yang belum selesai tentang Yudas. Apalagi ketika
dipublikasikannya Injil Yudas (The gospel of Judas) dan buku
penunjang lain seperti The lost gospel
serta pembahasan kitab apokripa lainnya yang menjadi konsumsi massa. Iman
Kristen mengalami guncangan yang luar biasa ditambah kajian sosiologi yang
menggambarkan kondisi agama itu sendiri. Tetapi kita tidak akan terlalu
mendalam membahas tentang posisi Yudas dalam perpektif kontradiksi teologis.
Kematian
Yesus adalah konspirasi di mana Yudas (si pengkhianat), para imam, raja
(Herodes), pemerintah Romawi (Pilatus), dan prajurit Romawi termasuk di
dalamnya. Awalnya, oleh para imam Yesus hanya dipandang sebelah mata karena dia
hanya melakukan pengajaran dan penyembuhan terhadap masyarakat. Tetapi ketika
pengikut Yesus menjadi lebih besar sampai 5000 orang maka itu mempunyai
konotasi menggeser posisi imam dan mengacam stabilitas pemerintahan Romawi; ini
mengarah pada revolusi seperti ju ga yang digalang Musa di tanah Mesir. Oleh
karena bersatunya bersatunya kaum eseni[2]
(pengikut Yohanes Pembabtis) dan kaum zelot sehingga menjadi ancaman politik
yang besar.
Aktivitas
Yesus mulanya adalah mengkritik agama Yahudi yang telah terjebak pada ritual rutinitas
dan mekanistik. Para imam telah melepas fungsi sosialnya dan bersekutu dengan
pemerintahan kolonial (Romawi) dan raja bonekanya. Bait suci telah menjadi pusat
aktivitas perdagangan sehingga Yesus mengingatkan bahwa ada tertulis rumah-Ku
adalah rumah doa tetapi kamu jadikan sarang penyamun. Manusia telah
menuhankan dirinya dengan menghakimi bahwa sesamanya lebih berdosa daripada
dirinya sendiri. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu sedangkan balok di
dalam matamu tidak engkau ketahui? Gerakan yesus di satu sisi membawa
kedamaian tetapi di satu sisi membawa ancaman. Dia sendiri pernah mengatakan “jangan
kamu menyangka, bahwa aku datang untuk membawa damai di atas bumi; aku datang
bukan untuk membawa damai, melainkan pedang…”
Para
imam ketika merasa terancam maka mereka mulai merancangkan sebuah konspirasi
pembunuhan untuk Yesus. Mereka merangkai isu bahwa gerakan Yesus adalah sesat
karena sering mengkritik dan menghujat agama Yahudi (padahal yang dikritik
adalah manusianya), subversif terhadap Imperium Romawi, dan ingin membangun
kerajaan sendiri menggantikan Herodes. Mereka juga mulai mengadu domba
masyarakat dengan menyatakan bahwa Yesus adalah penyesat/penyihir (witch) dan mencari murid Yesus yang bisa
disuap. Akhirnya dengan tiga puluh keping perak konspirasi pembunuhan Yesus pun
dimulai.
Walaupun
Yudas dan para imam tahu dan menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh Yesus adalah
benar tetapi meraka tetap bersikeras untuk menjebaknya. Semata-mata hanya untuk
mendapatkan keuntungan (tiga puluh keping perak) dan prestise sebagai orang
suci utusan tuhan. Pilatus pun mencuci tangannya dan berpura-pura tidak tahu
sedangkan para prajurit berdalih hanya menjalankan perintah. Setelah kematian
Yesus dan terjadi keajaiban maka mereka pun menyadari bahwa apa yang mereka
lakukan itu adalah kesalahan. Seperti apa yang dikatakan oleh prajurit romawi
ketika berada di bawah salib bahwa Yesus adalah orang benar. Dan juga ketika
tabir bait suci terbelah dua maka para imam meratapi apa yang telah mereka
lakukan.
Fenomena
serupa pun kita bisa temukan hari ini di negara kita di mana terjadi
perselingkuhan antara pemerintah, kaum borjuis, dan agama untuk menindas
masyarakat dan mendiskreditkan para aktivis yang mengkritik dan memperjuangkan
prinsip demokrasi, keadilan, dan kesejahteraan. Pemerintah telah mengklaim
secara implisit bahwa negara adalah mereka sendiri seperti ungkapan raja Prancis;
l’etat c’est moi. Kaum borjuis
dan kapitalis telah melupakan prinsip kemanusiaan dan mempriritaska akumulasi
modal. Sementara agama juga ikut melegitimasi praktik-praktik kapitalisme dan abusement of power dari pemerintah.
Memang sampai saat ini pro status quo buta warisan orde baru masih mengakar karena ‘kebijakan’ yang
traumatis oleh rezim tersebut.
Hari
ini gereja kristen telah menjadi sarang akumulasi modal dan memperkaya oknum
tertentu dengan menggunakan otoritas ‘kudusnya’. Gereja sekarang tak lebih dari
sarang penyamun di mana kepentingan duniawi yang sangat mendominasi. Yang
sangat ironis ketika mereka juga membantu mengkampanyekan figur tertentu dan
anti tradisi kritis serta pro status quo. Hakikat kekristenan dan pelayanan
digerogoti oleh kebutuhan duniawi dan kekudusan itu sendiri termarjinalisasi.
Organisasi yang membawa kepentingan agama tak lebih dari sekedar mencari
keuntungan. Jika yang sacral saja
sudah tidak benar di negeri ini apalagi yang profane.
Inkarnasi
Yudas pun banyak beraktivitas di negeri ini di mana demi sejumlah uang mereka
mau melakukan kejahatan terhadap orang benar, mengkhianati kepercayaan sendiri,
demokrasi, prinsip keadilan, kemanusiaan, dan kebenaran. Mereka telah menjadi
hamba uang dan menuhankan diri mereka sendiri untuk menilai apa itu baik buruk
juga salah benar. Kita akan menjumpai mereka di intansi pemerintahan,
pendidikan, agama dan lain sebagainya. Tapi itu menurut mereka adalah kewajaran
dalam dunia materi sehingga kita hanya bersandiwara untuk menjadi orang benar.
Ambil
kasus tambang emas di mana pemerintah, korporasi, agama, dan kaum Yudas bersatu
untuk merampas hak rakyat kecil dan kesejahteraan mereka. Tak peduli berapa
besar kerugian rakyat, berapa banyak rakyat yang jadi korban yang terpenting
mereka dan keluarga ‘bertumbuh’. Kesejahteraan mereka adalah prioritas tak
peduli dengan cara apa yang penting mereka kaya dan tujuh generasi selanjutnya
tetap merasakan itu. Dan aparat penegak hukum akan berdalih bahwa mereka hanya
menjalankan tugas, sama persis seperti tentara romawi menyeret dan menyiksa
Yesus. Kita bisa melihat berapa banyak aktivis yang dibunuh hanya karena ingin
menegakkan keadilan dan kebenaran tetapi semua yang bertentangan dengan kepentingan
kaum borjuasi (juga kaum Yudas) pasti benasib malang.
Yesus
adalah teladan revolusioner sejati yang bersedia mati demi keadilan, kebenaran
dan kesejahteraan umat manusia. Mari merenung untuk itu; pertanyakan kembali
kekristenan kita.
[1]
Zelot adalah sekte yahudi yang percaya bahwa pembebasan bangsa Israel dari
imperium Romawi adalah dengan cara atau jalur revolusi. Sebuah gerakan yang
berlandaskan kesadaran politik untuk membebaskan
bangsa Israel dari penjajahan.
[2]Eseni
adalah sekte yahudi yang percaya bahwa pembebasan kaum Israel melalui nubuatan
di mana bangsa Israel akan dibebaskan oleh seorang raja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar