halo aci!

halo aci!
Teater Ungu

Senin, 24 September 2012

KENANGAN DI SMA NEGERI 2 TONDANO



(PROLOG : Waktu SMA ada sesuatu yang bergejolak dalam pikiranku dan aku sendiri menyebut itu sebagai transisi berpikir ataupun bisa diistilahkan pencerahan (enlightment). Ada pengaruh besar lingkungan terhadap diriku sehingga keranjingan membaca buku dalam semua topik dan semangat protes yang sangat besar. Mempelajari marxisme dalam karya-karya sastra, filsafat pendidikan, dan politik membuat diriku memandang realitas dalam perspektif yang baru.  Aura pemberontak melingkupi pikiranku pada saat itu sehingga orang-orang di sekitar terasa sinis dan membenci diriku. Seakan aku adalah reinkarnasi Socrates yang selalu membuat orang gelisah dan akhirnya dikucilkan dari lingkungannya sendiri.
                Aku suka disebut orang waktu itu sebagai tukang protes, keras kepala, nakal, dan suka mengajak orang lain untuk melakukan tindakan yang sama. Guru dan temanku kadang menghina ketika aku rajin ke perpustakaan sekolah dan menjuluki ku kutu buku dengan nada ejekan. Memang banyak orang waktu itu menjadi korban protes tapi menurutku mereka tak mau belajar dari kesalahan dan juga tak mau membenah diri. Seakan-akan umur adalah alat legitimasi kebenaran sehingga apa yang diucapkan dan dilakukan orang lebih tua mutlak benar.
                Aku rindu akan masa-masa itu; masa di mana semangat memberontak terhadap ketidakadilan dan terhadap pelaku KKN begitu tinggi. Di bawah ini aku sertakan beberapa tulisan -yang ditulis antara tahun 2005 - 2006 - sebagai wujud protesku terhadap keadaan waktu itu.)

TOLONG KAMI…!!![1]
Assalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh, serta syalom!!!

                Mungkin teman-teman yang menjadi harapan bangsa Indonesia bertanya ataupun bingung dengan statement Tolong Kami…!!!, ini merupakan suatu pernyataan ataupun teriakan yang memohon belas kasihan dari seseorang. Ya, sebagai makhluk social kita memang selalu dan pada dasarnya saling bergantung. Kita tidak bisa hidup tanpa orang lain!.
                Tolong kami….!!!, lebih khusus kata kami menunjuk, atau sebenarnya merupakan kata ganti orang pertama jamak yaitu,siswa (student). Yang dalam hal ini telah sedang dijajah dalam sistem pendidikan*. Kita (para siswa) tidak,secara leluasa dapat bergerak mengemukakan rasa keberatan terhadap suatu implementasi yang mencegah kita (siswa) menjadi kritis terhadap suatu keadaan (otoriter). Kita (siswa) bagaikan kerbau yang dipaksa membajak ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan seakan tidak bisa dielakkan dan bersifat mutlak. Dalam suatu proses teaching and learning, para siswa diam mendengarkan ceramah guru dan tidak diberikan kesempatan untuk menyangga, mengemukakan gagasan/pendapat, ataupun bertanya. Dan jika pun diberi kesempatan bertanya,jawban dari guru bersifat mengintimidasi si penanya.
                Hal di atas memberi indikasi dalam perspektif bahwa, mungkin yang menjadi nara sumber (guru) bukan spesialis dalam bidang yang diajarkannya. Tambahan pula, orang itu hanya menyandang gelar sebagai guru (S.Pd) namun tidak memiliki keahlian dalam bidang itu. Sehingga bila ada pertanyaan, sanggahan, gagasan/pendapat dalam proses belajar mengajar yang diterima siswa adalah bentakan (adapun yang mencaci). Hal ini yang membawa kami (para siswa) menjadi radikal.
                Undang-undang RI No. 20 thn 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam Bab III Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan,Pasal 4 ayat 1 jelas menyatakan bahwa pendidikan harus demokratis , berkeadilan,tidak diskriminatif, menjunjung tinggi HAM,nilai agama,cultural,dan kemajemukan bangsa. Realitas menunjukkan adanya sikap sifat dari para guru tentang peraturan ini, karena tidak menglegitimasikan hal tersebut. Sebagai contoh, dalam pembelajaran (teaching and learning process) demokrasi guru memegang otoritas tertinggi. Sebenarnya, pendidikan yang otoriter akan menghasilkan generasi yang otoriter pula. Karena pembentukan paradigma di sekolah menimbulkan perspektif yang nantinya menjadi Sweet revenge.


                                                                                                                                             
 To be Continue……………..
                                                                                                                                                      
Salam Jotos,


                                                                                                                                                    
 School Lovers

*) Konstalasi yang berada dalam sekolah kita sekarang ini

FSS : Forum Suara Siswa


OSIS BUKAN KENDARAAN GURU[2]
                Organisasi Siswa Intra Sekolah atau yang lebih lanjut di sebut OSIS adalah suatu wadah yang diciptakan untuk merangkum semua aspirasi dari siswa. Hal yang sebenarnya adalah OSIS harus memperjuangkan kepentingan siswa. Dan sangat diperlukan adalah pemimpin yang tidak berpihak pada golongan tertentu dan harus selektif dalam memanipulasi organisasi.
                Kertas ini akan mencoba mengangkat suatu masalah yang krusial atau sebuah polemik tentang eksistensi OSIS. Hal substansial yang kami lihat bahwa OSIS lebih berpihak kepada guru. Mereka tidak menyadari bahwa yang memilih mereka adalah siswa dan dilakukan secara demokratis. Tidak tahu apakah mereka suka di dikte atau diancam nilai dan mungkin menganggap guru itu Tuhan yang selalu benar. Seorang aktivis dan juga revolusioner Soe Hok Gie berkata : “guru bukan dewa yang selalu benar, dan murid bukan kerbau”. OSIS kini telah menjadi binatang tunggangan guru.

                OSIS yang merupakan pusat atau juga media tempat siswa berkreasi memang dibina oleh guru. Tetapi, secara organisatoris mereka hanya mempunyai hak bicara dan bukan hak suara. Dan jika pernyataan bahwa siswa masih perlu banyak dibina dan takut akan terjadi kesalahan dalam memutuskan sesuatu atau membuat kebijakan, maka tujuan berdirinya organisasi ini masih perlu dipertanyakan. Menurut saya, selama kebijakan yang dibuat oleh OSIS tidak berkontradiksi dengan peraturan sekolah itu adalah wajar dilakukan. Dan guru tidak harus pesimis dan harus memberi ruang gerak yang leluasa pada OSIS.
                Dalam kertas ini pun saya memberi peringatan kepada OSIS. Dalam membuat regulasi harus melibatkan siswa. Jangan berlandaskan utusan kelas. Karena sering terjadi ketua-ketua kelas tidak membawa aspirasi. Jadi, seharusnya ada program OSIS untuk rapat pra,yaitu : rapat kelas masing-masing yang membicarakan tentang apa yang harus di bawa dalam rapat OSIS (mubes), sehingga seluruh siwa akan terbebani untuk melaksanakan suatu peraturan karena itu merupakan bagian dari gagasan mereka.
                OSIS juga harus menjadi pengamat (observer) tentang suatu masalah yang terjadi dalam ruang lingkup sekolah dan harus berani menentang sesuatu yang salah. Gunakanlah prinsip berani karena benar. Jadilah kritis dalam segala hal untuk membangun Indonesia.
                Saya juga ingin member peringatan kepada guru untuk tidak berlaku otoriter dalam mengajar karena itu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Setidaknya guru mengajar dengan kasih dan bukan dengan emosi yang eksplosif. Karena tidak selamanya guru itu benar dan siswa itu bodoh yang perlu di indoktrinasi. Guru yang otoriter adalah mereka yang diwariskan ole horde baru atau mungkin sisa-sisa perang yang mengalami depresi dan berusaha melimpahkan emosinya kepada siswa. Jika mereka adalah seorang theis, maka ia akan sadar bahwa dirinya terbatas dan hanya Tuhan yang kekal. Mengajarlah dengan kasih (Matius 22 : 39)
                Dalam selebaran yang lalu pernah disinggung bahwa guru yang otoriter akan menghasilkan juga produk yang otoriter (Matius 7 : 17-18). Jadi kapan Indonesia akan menjadi Negara yang benar-benar demokratis kalau dalam lembaga pendidikan tetap otoriter.
                Untuk mengakhiri artikel ini saya akan menegaskan bahwa OSIS bukan kendaraan guru dan bukan tempat mencari nafkah. Radikalisme tak akan pernah mati !

                                                                                                                                                                                Salam

                                                                                                                                                                          Iswady Sual




3 BAHASA, SIAP TANDA TANGAN SURAT TIDAK LULUS ?[3]

Nomor         :   -
Hal                :  Pemberitaan
Lampiran    :   -

Assalamu ‘alaikum warahmatulahi wabarakatuh, serta syalom!!!

                Sungguh naif jika anda sebagai penambang ilmu yang militan, jatuh pada tingkat menengah (SMU). Walaupun anda adalah seorang siswa yang mempunyai kepiawaian dalam belajar, anda bisa jatuh ! Mengapa ? Itu dikarenakan oleh sistem standar nilai nasioanal yang terus meningkat dari robotisasi *.
                Lain daripada itu, sesuai informasi actual yang berkembang saat ini, bahwa siswa yang menempuh UAN namun gagal secara tulisan tidak akan punya kesempatan mengulang. Ini merupakan kontribusi peraturan pemerintah yang sangat pelik.
                Melihat uraian diatas, dan sesuai pemantauan kami, gelagat kelas tiga bahasa yang makin hari makin kabur dari logika akan segera menandatangani surat ketidaklulusan. Kami melihat mereka (3 bahasa) adalah sebuah ornamen buruk yang tidak patut dicontohi. Ritmisnya kasus yang berderetan dilihat oleh mereka sebagai the way to famous. Memang secara nyata mereka tidak luput dari pandangan kami dan sangat dikenal. Tapi cara yang mereka lakukan salah besar. Karena ada diantara kami yang sampai-sampai nge-fans pada kelas tiga bahasa. Jelas para fans akan mengikuti jejak mereka.
                Kami bersatu hati agar kelas tiga bahasa di evakuasi ke tempat yang jauh dari lembaga pendidikan. Kami tidak membenci mereka tapi benci sikap mereka !
                Harapan kami bahwa surat ini menjadi kontemplasi bagi para pembaca untuk membedakan apa yang patut kita teladani.
                                                                                                                            
                                                                                                                                                                Salam, Che Guevara

*Robotisasi yang kami maksudkan disini adalah lajunya perkembangan ilmu pengetahuan yang lebih khusus di bidang teknologi yang menggeser para tenaga kerja. Sebagai contoh, dalam pendidikan kita yang memeriksa hasil ujian akhir nasional (UAN) adalah computer. Pengalaman di waktu yang lalu, banyak para peserta UAN yang tidak lulus bukan karena kemampuannya yang kurang tetapi computer yang tidak bisa menerima jawaban yang sedikit kotor (dalam lembar jawaban).

- semua karikatur dibuat oleh Heven Karisoh



[1] Tulisan pertama ini cukup menghebohkan sekolah karena pertama kalinya sekolah mendapat surat kaleng semacam ini.
[2] Akibat tulisan ini aku diinterogasi berjam-jam oleh pembina OSIS dan ceramah dari kepala sekolah. Situasi sekolah menjadi cukup panas dengan tulisan ini sehingga memunculkan pro-kontra.
[3] Tulisan ini adalah kritik untuk diri sendiri dan tindakan kolektif kelas kami yang memang keterlaluan.

3 komentar: