MAHASISWA DAN TANGGUNGJAWAB SOSIAL[1]
Oleh
Iswadi Iskandar Komodor Sual[2]
I.
PROLOG
Sejarah
panjang nasionalisme di Indonesia tak lepas dari peran mahasiswa dalam upaya
membangun bangsa dan negara yang sejahtera dan berkeadilan. Sejak zaman
kolonial belanda, pasca-kemerdekaan, orde baru, hingga era
reformasiketerlibatan mahasiswa dalam politik nasional sangat jelas. Mahasiswa
selalu menjadi lokomotif perubahan dan memposisikan diri sebagai pengawas
penyelenggaraan pemerintahan.Oleh karena tak bisa kita pungkiri bahwa cita-cita
nasional harus kita wujudkan bersama oleh karena negara adalah sebuah sistem
sosial. Prinsip demokrasi haruslah tetap dijiwai untuk segala tindakan kita
dalam kehidupan bernegara karena itu adalah asas negara. Hari ini mahasiswa
telah identik dengan kaum reaksioner-anarkis oleh karena unjuk rasa yang
diwarnai dengan pembajakan kendaraan dinas, pengerusakan fasilitas negara, dan
bentrok dengan aparat kepolisian. Tindakan mahasiswa dipandang sangat tidak
solutif dan justru menambah masalah dalam negara.Gerakan mahasiswa dinilai
mengancam integritas bangsa sehingga harus diperhadapkan dengan polisi dan TNI.
Singkatnya, mahasiswa dianggap sebagai musuh negara dan cara mahasiswa
melakukan unjuk rasa adalah tindakan subversif.Pahahal kita harus menelusuri
siapa sebenarnya yang melakukan tindakan subversif; apakah pemerintah atau
mahasiswa.
Pemerintah
berusaha untuk menekan partisipasi mahasiswa dalam dunia politik dengan
membentuk opini yang buruk tentang gerakan mahasiswa. Orientasinya supaya masyarakat
membenci aksi-aksi mahasiswa yang katanya memperlambat pembangunan
nasional.Segala sesuatu terjadi pasti ada pemicunya menurut hukum sebab
akibat.Gerakan mahasiswa pun ada oleh karena ada yang tidak sehat dalam
penyelenggaraan pemerintahan kita. Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif,
dan inspektif adalah kesatuan check and
balance untuk menyelenggarakan pemerintahan yang sesuai dengan dasar negara[3].
Gerakan mahasiswa adalah raison d’etat bahwa fungsi pemerintahan
tidak terlihat sama sekali dalam kebijakan-kebijakannya dan bahkan pun semua
lembaga negara adalah metamorfosa dari kaum kolonialis.
Pemerintah
Indonesia memiliki pandangan kenegaraan yang sangat konservatif dan tidak
menjiwai nilai-nilai pancasila. Padahal dasar negara kita sangatlah
anti-imperialisme dan memiliki etos kerja komunal untuk mewujudkan
kesejahteraan sosial.Tetapi secara defactopemerintah
sangatlah individualistis dalam praktik kerja dan kebijakannya.Sehingga terjadi
dekadensi nasional yang akhirnya menciptakan generasi apatis dan sangat
individualistis. Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber alamnya tetapi
kita tidak bisa menjadi bangsa yang besar dan sejahtera sejak merdeka sampai
sekarang. Oleh karena prinsip ekonomi negara telah diabaikan dan pemerintah
telah menjadikan diri sebagai penentu nasib rakyatnya sendiri[4].
Ini tak jauh beda dengan pemerintahan yang memiliki suzereinitas atau
pemerintahan aristokrat.
Untuk
mewujudkan negara yang sejahtera ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu
sumber daya alam, sumber daya manusia, dan birokrasi.Indonesia memiliki
kekayaan alam yang bukan hanya cukup tetapi lebih.Tetapi sumber daya alamnya
didistribusikan bukan untuk kesejahteraan rakyat tetapi diserahkan ke
perusahaan multinasional untuk dieksploitasi.Ini karena negara kita lemah pada
sumber daya manusia dan tidak sehatnya penyelenggaraan pemeritahan.Negara
adalah sebuah sistem sosial dan pemerintah bertanggungjawab untuk melindungi,
mendidik, dan mensejahterakan masyarakat[5].
Mahasiswa
yang mempunyai kesadaran sosial sudah tentu tidak akan hanya berdiam diri
ketika melihat ada kesenjangan antara apa yang seharusnya dan kenyaataan yang
terjadi. Karena berdiam diri adalah sebuah pengkhianatan terhadap cita-cita
nasional dan hakikat pendidikan itu sendiri.Pendidikan Indonesia ada untuk
membebaskan rakyatnya dari kebodohan dan membentuk manusia yang memiliki rasa
solidaritas yang tinggi bagi sesama manusia[6].Pendidikan
nasional di Indonesia bukanlah upaya untuk menciptakan generasi yang individualistis
(survival of the fittest) dan
konsumeris.Tetapi membentuk pribadi bangsa yang benar-benar menjiwai
nilai-nilai pancasila.
II.
SEKILAS
SEJARAH PERGERAKAN MAHASISWA
1. Rezim kolonial Belanda
Ketika pemerintah kolonial Belanda mulai menjalankan
politik etis[7]
dengan membuka peluang kepada rakyat pribumi untuk mendapat pendidikan maka
mereka telah memasang bom dalam imperialismenya sendiri[8].Nasionalisme
Indonesia memang dimulai dari kaum intelektual yang sadar bahwa bangsa mereka
sedang terjajah sehingga dengan kesadaran itu mereka mulai menggabungkan diri
dalam organisasi yang aktif dalam mengkritisi pemerintahan kolonial Belanda.Boedi
Oetomo (BO) yang didirikan pada 20 Mei 1908 yang awalnya bukanlah organisasi
revolusioner tetapi hanyalah perkumpulan biasa namun pada akhirnya menjadi
aktif dalam persoalan politik. Kemudian diikuti dengan berdirinya sarekat islam
dan organisasi lainnya yang juga terlibat dalam politik.
Keadaan pendidikan pada rezim kolonial sangat
diskriminatif sehingga orang-orang tertentu saja yang bisa mendapat pendidikan
tinggi.Tetapi pada masa ini juga sempat ada orang-orang pribumi yang belajar di
negeri belanda seperti Ratulangie, Hatta, dan Tan Malaka. Mereka juga yang
kemudian menjadi sadar akan persoalan bangsa yang sedang terjajah. Di mana
masyarakat yang tidak terdidik dan menderita di tanah sendiri menjadi inspirasi
bagi mereka untuk berjuang memerdekakannya.Soekarno dan orang-orang kiri
lainnya (Sneevliet, Bergsma, dan Semaoun) juga gencar dalam melakukan aksi
protes kepada pemerintah kolonial yang diskriminatif.
2. Pasca-kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh
soekarno-hatta maka suasana politik di Indonesia pun berubah.Ketika belanda dan
jepang sebagai penjajah telah keluar dari Indonesia maka kaum intelektual
mahasiswa diperhadapkan dengan pemerintah yang berasal dari bangsa mereka
sendiri.Demi mengisi kemerdekaan maka aktivitas politik pada waktu itu sangat
marak dan kondisi pergaulan pemuda pada waktu itu tidak asing dengan
istilah-istilah seperti marxisme, fasisme, nasionalisme dan sebagainya.
Organisasi-organisasi mahasiswa pun menjamur di
anataranya CGMI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia), GMNI (Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), dan PMKRI
(Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia). Hampir semua organisasi
mahasiswa adalah underbow partai dan
sangat revolusioner. Pada masa ini terjadi persaiangan antar organisasi oleh
karena adanya berbagai ideologi yang berkembang[9].
Akhirnya ketika perintahan soekarno dipandang tidak
mampu mewujudkan cita-cita nasional maka seluruh organisasi mahasiswa
menggabungkan diri dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) - yang
dipimpin oleh Cosmas Batubara - dengan tritura-nya (turunkan harga sembako,
rombak kabinet, dan bubarkan PKI) dan akhirnya juga menggulingkan pemerintahan
Soekarno.
3. Era orde baru
Penggulingan soekarno sebagai coup d’etat yang dilakukan oleh mahasiswa memberi warna politik
yang baru. Militer di bawah rezim Soeharto kini memulai imperiumnya yang
kemudian bertahan sampai 32 tahun sebagai rezim despotis.Orang-orang kiri
banyak yang dibunuh dan yang masih hidup mendapat perlakuan diskriminatif
sebagai warga negara.Mahasiswa yang membantu militer untuk berkuasa juga
ditekan untuk tidak aktif lagi dalam dunia politik. Sehingga muncul kebijakan
pemerintah supaya mahasiswa back to campus dengan dikeluarkannya ketetapan dari
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Daud Yusuf) tentang Normalisasi Kehidupan
Kampus dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Tujuannya adalah untuk
mengekang gerak mahasiswa dalam ruang lingkup kampus saja dan tidak
mengintervensi politik pemerintah.
Pada masa orde baru kebebasan berpikir dan berekspresi
ditekan sehingga terjadi dekadensi nasional dan masyarakat dilarang
berpolitik.Pancasila dijadikan doktrin yang sangat kaku dan lebih dipandang
sebagai indoktrinasi nasional.Kepentingan para kapitalis disambut baik oleh
rezim ini sehingga banyak kekayaan alam yang diserakan ke perusahan-perusahan
asing.Korupsi, kolusi, dan nepotisme tumbuh subur dalam rezim ini.Perlawanan
mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah yang sangat tidak sesuai dengan
konstitusi mendapat tekanan yang sangat keras.Banyak aktivis di masa ini yang
diculik dan dibunuh oleh karena semata-mata berjuang demi tegaknya kebenaran.
Ketika terjadi krisis moneter (krismon) di tahun 90-an
maka kesadaran nasional dari kaum intelektual pun muncul lagi oleh karena
tekanan ekonomi[10].
Mahasiswa pun mulai menggalang massa untuk melakukan kudeta terhadap rezim
Soeharto. Akhirnya rezim orde baru jatuh pada 1998 dengan mundurnya Soeharto
dari jabatannya sebagai presiden Republik Indonesia.Walaupun ada berbagai
tragedi yang terjadi sebagai tumbal reformasi tetapi semangat nasionalisme
mampu untuk menjadikan itu sebagai sebuah preseden.
4. Era reformasi
Harapan mahasiswa dengan tumbangnya rezim orde baru
maka Indonesia akan benar-benar menjadi bangsa yang mandiri dan terbebas dari
kapitalisme barat. Tetapi reformasi ini ternyata mirip denganapa yang terjadi
sebelumnya. Kepentingan militer tetap saja masih eksis dan taka da perubahan
yang signifikan. Ini adalah rezim yang berganti wajah namun esensinya sama.
Kebebasan berpolitik seakan-akan dijamin, pendidikan seakan-akan berkualitas,
ekonomi seakan-akan rakyat kita sejahtera tetapi semua itu dilandasi oleh
eksploitasi pemodal atau kaum kapitalis yang notabene dari perusahaan asing.
Perjuangan mahasiswa untuk menetang kebijakan
pemerintah yang tidak pro rakyat dan penyelenggaraan pemerintahan yang tidak
sesuai dengan dasar negara terus berlanjut sampai sekarang. Ini mengindikasikan
bahwa Indonesia masih jauh dari apa yang dicita-citakan oleh foundingfathers.
III.
FUNGSI
KAUM INTELEKTUAL
Dalam
menjalankan tanggungjawab sosialnya kaum intelektual harus menjalankan tiga
fungsi untuk mempercepat terwujudnya cita-cita nasional[11].
1. Fungsi ideologis[12]
Kaum intelektual (mahasiswa) harus menjadi fasilitator
sukarelawan untuk membentuk kesadaran nasional lewat memberikan pemahaman
kepada masyarakat tentang hakikat negara sebagai upaya altenatif untuk
mengimbangi doktrin kenegaraan yang begitu kaku yang diajarkan di lembaga
pendidikan formal.Pancasila dan UUD 1945 adalah pijakan penyelenggaraan
pemerintahan dan sumber hukum positif tetapi pada kenyataannya praktik
pemerintahan dan hukum kita selalu tunduk pada situasi yang telah terkondisikan[13].
Pelanggaran di negara telah menjadi hal yang biasa yang ditolerir terus
menerus.Sebagai kaum intelektual harus ada upaya untuk menyatakan bahwa praktik
penyelenggaraan pemerintahan kita tidak sesuai dengan dasar negara dan ideologi.Kaum
intelektual tidak henti-hentinya harus menggiatkan diri memberikan wawasan
nasional yang benar kepada masyarakat demi terwujudnya kesadaran nasional.
2. Fungsi teoritis
Sudah menjadi keharusan bagi para kaum intelektual
untuk merumuskan keadaan sosial dan berusaha mencari langkah-langkah solutif.
Ketika keadaan telah dirumuskan maka tidak akan terjadi kesalahan yang sama
dalam masyarakat. Dan rumusan tentang keadaan sosial harus dipublikasikan
supaya dikonsumsi oleh masyarakat umum. Masyarakat akan diberi kesempatan untuk mengolah informasi
dan tidak lagi mengalami ketergantungan berpikir jika diperhadapkan pada
situasi yang sama di lain kesempatan.
Kaum intelektual harus mendidik masyarakat untuk bisa
menganalisis keadaan sehingga kesadaran masyarakat boleh terbentuk secara
menyeluruh dan tidak hanya karena didorong oleh sebuah kepentingan temporal
atau hanya yang berkaitan dengan kepentingannya. Kesadaran masyarakat harusnya
akan membentuk solidaritas nasional untuk mencapai tujuan nasional.
3. Fungsi praksis
Menurut Mahatma Gandhi tidak adil jika kita membagi
masyarakat menjadi dua kelas yaitu kelas pemikir dan kelas pekerja. Kaum
intelektual harus menjadi pelopor kerja dan bukan menjadi pemikir saja.Mereka
harus menjadi teladan dalam berpikir maupun bekerja.Jadi masalah-masalah sosial
harus dikerjakan bersama dengan masyarakat agar supaya benar-benar kolektifitas
itu ada dan tidak membeda-bedakan. Tidak ada perbudakan akali dan perbudakan
ragawi lagi karena dalam proses berpikir dan bekerja telah sama.
IV.
PERSPEKTIF
MAHASISWA KONTEMPORER
Dewasa ini kita
mendapati secara empiris bahwa mahasiswa terbagi dalam dua kelompok besar yang
satu bersikap aktif terhadap persoalan sosial dan yang satu begitu pasif.Ini
merupakan hal yang sangat esensi ketika kita bicara persoalan kesadaran
kolektif untuk mewujudkan nasionalisme Pancasila[14].
Nasionalisme pancasila adalah kesadaran menghargai bangsa dan negara sendiri
dan juga menghargai eksistensi negara dan bangsa lain.Nasionalisme Indonesia
sangat menentang imperialism, mendukung internasionalisme (humanity), dan mencita-citakan perdamaian dunia[15].
1. Mahasiswa revolusioner
Sedikit saja mahasiswa diperguruan tinggi yang peka
terhadap persoalan sosial yang mau memberi diri dalam usaha membangun dan
menciptakan situasi sosial yang kondusif.Organisasi-organisasi mahasiswa
mengalami degradasi karena jumlah mahasiswa yang sadar berorganisasi makin
sedikit.Kebanyakan mahasiswa yang terjun dalam politik adalah mereka yang
mempunyai tingkat ekonomi menengah ke bawah.Dalam doktrin marxisme “bukan kesadaran sosial yang menentukan
keadaan sosial; tetapi keadaan sosial yang menentukan kesadaran sosial”. Mahasiswa
yang revolusioner dilandasi oleh keadaan ekonominya untuk terlibat dalam
menentang kebijakan pemerintah yang sangat menekan kaum papa. Kesadaran
berorganisasi mereka akan sangat tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang
berstatus ekonomi menengah ke atas.
Mahasiswa revolusioner selalu dinspirasi oleh
pejuang-pejuang yang revolusioner juga seperti Che Guevara, Soekarno, Mahatma
Gandhi, Sun Yat Tsen, Kemal Ataturk, dan sebagainya. Mengidentifikasikan diri
dengan pejuang kiri adalah obesesi mereka sehingga tak jarang mereka memiliki
koleksi buku dan juga poster. Diskusi adalah kebiasaan mereka dan sebuah
kebutuhan.Bedanya dengan sebagian mahasiswa yang gemar berpesta atau mereka
yang di sebut generasi mall. Gerakan mahasiswa sangat dibenturkan dengan
pengaruh media yang membentuk sebagian mahasiswa menjadi sangat apatis terhadap
masalah sosial.
2. Mahasiswa hedonis
Mahasiswa hedonis adalah mereka yang memiliki tingkat
ekonomi menengah ke atas dan merupakan korban dari budaya pop.Mereka sangat
tidak peka terhadap masalah sosial (apatis) dan korban dari modernism sempit[16].Alur
dunia kapitalisme menghanyutkan mereka dalam cara berpikir dan bertindak ala
‘modern’. Tetapi kebanyakan mahasiswa yang hedonis telah diperbudak oleh media
yang mengkampanyekan produk dan kepentingan-kepentingan kapitalisme.Pemikiran
mereka telah terstruktur sedemikian rupa dan nasionalisme dalam diri mereka
hampir tidak ditemukan. Seolah-olah raison
d’etre mereka adalah hidup untuk kesenangan diri sendiri dan ini akan
berujung sampai pada exploitation par
l’homme de l’homme.
Generasi ini adalah mereka yang malas berpikir dan
selalu menginginkan semuanya secara instan.Mereka alergi dengan politik dan
paling banyak mencemooh gerakan mahasiswa revolusioner. Tak jarang mereka
menjadikan revolusi sebagai bahan tertawaan dalam pembicaraan mereka. Mental seperti
ini diciptakan oleh keadaan sosial di bawah kepentingan kapitalisme supaya
masyarakat menjadi konsumeris yang sangat pasif.
V.
GLOBALISASI
SEBAGAI TANTANGAN GERAKAN MAHASISWA
Globalisasi
adalah agenda internasional yang identik dengan deregulasi ekonomi yang untuk
meruntuhkan batas-batas territorial negara. Usaha ini untuk menciptakan
masyarakat dunia yang hidup tanpa ada batas-batas territorial[17].
Globalisasi dipandang sebagai kedok kapitalisme untuk melakukan ekspansi atau
yang dikenal dengan neoliberlisme[18].Setelah
munculnya Declaration of Independence dan
Declaration of Human Rights maka
kapitailsme barat meminimalisir kepentingannya dengan mendengung-dengungkan
bahwa mereka telah meninggalkan praktik imperialisme seperti dulu. Imperialisme
Barat dulu dikenal dengan tiga semboyannya gold,
glory, and gospel. Ketiganya dapat diterjemahkan menjadi penjajahan ekonomi,
politik, dan budaya.
Pasar
bebas (free market) diumumkan oleh
pemerintah sebagai agenda yang tak terelakkan dan masyarakat mau tak mau harus
menghadapinya. Padahal itu adalah kesepakatan pemerintah dengan united nation
(PBB) karena ketergantungan ekonomi lewat utang-utang luar negeri. Sehingga
masyarakat yang harus menanggung resiko bersaing dalam pasar yang sangat tidak
setara dan sudah pasti akan menjadi santapan dunia kapitalis.
Neoliberlisme
adalah wajah lain dari penjajahan ekonomi yang akan dilakukan oleh kaum
imperialis. Di Indonesia telah menjadi ladang garapan yang subur bagi perusahan
multinasional.Kekayaan alam kita semua telah digadaikan oleh pemerintah kepada
pihak-pihak asing dan para kapitalis untuk dieksploitasi. Keadaan Pulau Jawa
sangat memprihatinkan oleh karena sudah terjadi eksploitasi habis-habisan
terhadap sumber daya alamnya tetapi perekonomian di sana hanya menguntungkan
golongan tertentu saja sementara rakyat pribumi masih miskin dan masih banyak
anak yang tidak bisa mengecap pendidikan. Hal yang sama pula terjadi di tanah
Papua yang kaya akan emasnya tetapi masyarakatnya masih terbelakang[19].Hampir
seluruh tanah Indonesia yang memeiliki potensi pertambangan telah diserahkan
oleh pemerintah dengan senang hati ke pihak-pihak asing.
Dekadensi
bangsa telah menciptakan situasi yang sangat semeraut sehingga ada kebingungan
mengenai dari faktor apa yang kita harus
benahi lebih dulu. Apakah pendidikan, ekonomi, politik, atau budaya yang harus
dibenahi lebih dulu sementara semua itu sudah mendesak untuk dibenahi untuk
menghadapi arus globalisasi. Para politisi kita yang kadar nasionalismenya
tidak bisa diadalkan ada hal yang mendesak untuk segera dibenahi untuk
menciptakan kondisi pemerintahan yang bersih. Kualitas pendidikan kita yang
begitu rendah yang selalu menjadi epigon dari teori-teori yang diimpor adalah
juga hal mendesak yang harus dicarikan jalan keluarnya. Budaya bangsa yang
semakin dikikis oleh modernism barat yang hampir menghilangkan identitas kita
secara total adalah masalah urgent
yang harus dibenahi.
Semua
hal yang telah dikemukakan di atas membutuhkan pemecahan dan tindakan yang
simultan tetapi kondisi tidak memungkinkan. Harus ada prioritas yang kita
harapkan akan mampu mengubah kondisi secara simultan dan revolusioner.
Sebenarnya ada banyak preseden untuk membantu bangsa kita berpikir tetang
solusi masalah sosial.Menutup diri untuk membenah pendidikan dan budaya
terlebih dahulu adalah tindakan par excellent
yang pernah dilakukan oleh Cina dan Jepang.
Indonesia
harus melakukan pembenahan internal telebih dahulu untuk menghadapi tantangan
globalisasi. Dan ini semua akan bergantung pada peran kaum intelektual
khususnya mahasiswa dalam mengupayakan pembenahan atas masalah-masalah
nasional. Generasi tua Indonesia sebagian adalah produk colonial dan orde baru
yang mempunyai pemikiran statis dan tidak memiliki semangat revolusioner dalam
bertindak. Hari ini gerakan mahasiswa harus lebih militant lagi sehingga
generasi penerus tongkat estafet bangsa dan negara benar-benar berkualitas dan
memiliki kadar nasionalisme yang tinggi.
VI.
BAGAIMANA
MAHASISWA HARUS BERSIKAP?
Mahasiswa
yang juga disebut sebagai agent of change dan agent of control harus menjadi pemrakarsa perubahan sosial. Tetapi
mahasiswa tidak hanya menjadi ideolog dan teoritis yang hanya pandai bicara
tetapi juga mampu menjadi teladan dalam berlaku jujur, adil, dan tidak
diskriminatif. Etos kerja kita harus berakar pada budaya asli bangsa yang telah
dikikis oleh modernism Barat.
Mahasiswa
dalam hal ini harus menjadi patron nasionalisme untuk membangun persatuan
nasional guna menciptakan sebuah identitas tunggal; identitias bangsa
Indonesia. Perbendaan agama, golonngan, ras, bahasa tidak boleh dijadikan
penghalang untuk membangun persatuan nasional. Kita harus berkaca pada semangat
nasionalisme yang muncul akibat kesadaran akan kesamaan nasib. Ketertindasan
nasional harus dijadikan dasar untuk membentuk kesadaran nasional guna
membangun Indonesia yang sesuai dengan cita-cita nasional.
Mahasiswa
harus mengambil tindakan-tindakan konkrit sebagai ejahwantah dari nasionalisme
pancasila. Harus ada pembenahan diri untuk meningkatkan kualitas agar supaya
mahasiswa benar-benar bisa menjadi teladan yang revolusioner. Tinggi ideologi,
tinggi organisasi, dan tinggi ilmu harusnya menjadi moto bagi para
mahasiswa.Dengan begitu gerakan mahasiswa adalah gerakan visioner sehingga
gerakan mahasiswa tidak dipandang lagi sebagai gerakan reaksioner-anarkis. Gerakan
politik mahasiwa pun harus dinetralisir dari kepentingan-kepentingan temporal
atau elite politik tertentu.
Mahasiswa
harus menegaskan perjuangan politiknya yang semata-mata membela kaum tertindas.
Perjuangan politik harus berpihak pada kemanusiaan bukan digunakan sebagai batu
loncatan dalam karir politik. Harus ada pemutusan mata rantai praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme dan gerakan mahasiswa harus berjuang untuk pemutusan
rantai itu. Generasi muda harus memulai rezim pemerintahan yang pro-rakyat.
VII.
EPILOG
Tanggung
jawab sosial mahasiswa adalah menjadi pelopor perubahan ke arah yang lebih baik
yang diinspirasi oleh semangat Pancasila sebagai philosofische grondslag.
Oleh karena praktik politik kita harusnya mengacu pada dasar negara. Sebagai
warga negara kita harus mengupayakan agar bangsa kita menjadi bangsa yang
cerdas dan sejahtera. Dengan begitu nasioalisme akan tumbuh secara otomatis di
setiap individu yang ada di negara kita. Mahasiswa memang tidak harus terlepas
dari fungsi sosialnya oleh karena sejarah mahasiswa indonesia terkait dengan
persoalan bangsa dan negara. Salah seorang aktivis angkatan ’66 pasca-kemerdekaan yaitu Soe Hok Gie
mengatakan “kaum intelektual yang terus berdiam diri dalam keadaan terdesak
telah melunturkan nilai-nilai kemanusiaan”. Seperti juga dalam salah satu sajak
Rendra yang berisi “apalah arti reda-reda kesenian bila terpisah dari derita
lingkungan, apalah arti berpikir bila terpisah dari masalah kehidupan”.
Negara
kita dimerdekakan dari kecaman imperialisme untuk bisa hidup dengan mengatur
bangsa dan negara kita sendiri. Menyusun perekonomian kita sendiri dan juga
menyusun pendidikan kita sendiri berdasarkan Pancasila. Soekarno pernah
mengatakan dalam pidatonya “…cita-cita kami, sebagai bangsa Indonesia,
cita-cita kita, juga bukan suatu negara sembarangan, saudara-saudara, tetapi
suatu negara yang besar, yang kuat, sentausa, modern, up to date,
dan satu negara yang bisa mendatangkan kebahagian kepada rakyat. Satu negara
yang di dalamnya bisa diisikan satu masyarakat yang adil dan makmur. Bukan satu
negara kapitalis. Bukan satu negara kemiskinan. Bukan satu negara yang
rakyatnya tidak bisa makan dengan cukup. Bukan satu negara yang rakyatnya tidak
hidup dengan bahagia. Tetapi satu negara yang besar dan masyarakat adil dan
makmur di dalamnya.” Jawaban atas segala persoalan yang terjadi di negara kita
sekarang ini adalah bahwa para pemimpin negara kita tidak menjiwai nilai-nilai
Pancasila.
[1]
Materi ini disampaikan dalam Pelatihan Kepemimpinan Tingkat Dasar yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif
Mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni pada Sabtu, 28 April 2012.
[2]
Pemateri adalah ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif
Kota Minahasa periode 2012 – 2013, ketua Komisi Pemilihan Raya Mahasiswa (KPRM)
FBS Unima periode 2011 – 2012, presiden Teater Ungu periode 2009 – 2010, ketua
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Bahasa Asing periode 2007 – 2008, ketua
majelis pegurus legislative-inspektif Ikatan Mahasiswa Unima Minahasa Selatan
(IMAMINSEL) periode 2011 – 2012, koordinator Bidang Sosial Budaya Aliansi
Mahasiswa dan Pemuda Minsel (AMAPMINSEL) se-SULUT periode 2007 – 2009.
[3]
Preambule UUD 1945 alinea ke-empat “….pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,…”
[4]Ini
sangat bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 yang berbunyi “1).Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan 2).Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara 3). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat 4) perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”
[5]
Baca Perjanjian Sosial (Du Contract
Social) karya Jean Jacques Rousseau
[6]
Baca UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[7]
Menurut Soekarno Imperiaisme Belanda itu semi-ortodoks tidak sama dengan
imperialisme spanyol yang ortodoks penuh kekerasan dan imperialisme amerika
yang liberal. Alam, wawan tunggul (ed). 2000. Bung Karno. Menggali Pancasila
(kumpulan pidato). Jakarta. Gramedia.
[8]
Sartono Kartodirjo,1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan
Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. PT Gramedia Pustaka Utama.
[9]
Mengantisipasi konflik antar ideologi maka presiden soekarno membuat sebuah
doktrin baru yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat yaitu NASAKOM
(Nasionalis, Agama, Komunis)
[10]
Menurut Karl Marx keadaan sosial selalu menentukan kesadaran sosial; masyarakat
ketika merasa tertekan secara ekonomi maka semangat memberontak akan cepat
terbangun. Tetapi sebaliknya ketika mereka merasa aman dalam hal ekonomi maka
mereka akan menjadi sangat pasif.
[11]Tri
dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, peneltian, dan pengabdian ke
masyarakat; ini juga menyangkut fungsi para mahasiswa bahwa tujuan akhir pendidikan
adalah diabdikan untuk bangsa.Tri dharma perguruan tinggi menjunjung tinggi
kolektifitas untuk mewujudkan tujuan bersama.
[12]
Soekarno dalam Pidato pada kursus Pancasila di Istana Negara, 16 Juni 1958 mengatakan
bahwa “Dalam sejarah dunia saudara akan melihat bahwa pemimpin-pemimpin besar
yang bisa menggerakkan massa, semuanya adalah pemimpin-pemimpin yang bisa
melukiskan cita-cita.” Jika mahasiswa ingin memimpin revolusi bangsa maka
mereka harus mempunyai visi yang jelas terhadap perubahan apa yang kan
ditawarkan pada masyarakatnya. Sebuah visi yang bisa menggerakan massa
mendukung sebuah perubahan.
[13]Praktek
korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah wujud nyata dari situasi yang telah
terkondisikan sehingga melanggar aturan dianggap sebagai toleransi yang wajar.
[14]Nasionalisme
pancasila dibedakan dengan nasionalisme fasis seperti yang dianut oleh German,
Itali, dan juga Jepang.
[15]
Dalam revolusi prancis dikenal dengan semboyannya liberte, egalite, fraternite yang mengakhiri despotisme
kerajaan menuju negara modern.
[16]Mahasiswa
yang hanya terjebak dalam strategi pasar kaum kapitalis yang menciptakan
kebutuhan-kebutuhan ilusi.Mereka mengagungkan status quo dengan legitimasi-legitimasi iklan yang dianggap adalah
kebenaran sosial.
[17]
Hans J. Morganthau.1985. Politics Among
Nations : The Struggle for Power and Peace.
[18]Neoliberalisme
adalah upaya mengilangkan intervensi pemerintah terhadap pasar teapi ini lebih
dipandang sebagai wajah baru dari kolonialisme.
[19]
Isu yang beredar kini bahwa tanah Papua mengandung uranium kadar nomor satu di
dunia. Jika demikian Indonesia sebenarnya bisa memiliki hak veto di PBB dan
menjadi bangsa yang besar jika itu diketahui dari dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar