KONFLIK PERTAMBANGAN DI KECAMATAN MOTOLING
TIMUR ADALAH BENTUK NYATA DARI KECAMAN
NEOLIBERALISME[1]
Oleh
Iswadi Iskandar Komodor Sual[2]
“KAUM
INTELEKTUAL YANG TERUS BERDIAM DIRI DALAM KEADAAN TERDESAK TELAH MELUNTURKAN
NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM DIRINYA…”
I.
PEMERINTAHAN
KITA
Konsep
perintahan Indonesia adalah pemerintahan yang demokratis oleh karena
kedaulatan/kekuasaan rakyat[3].
Pemerintah adalah fasilitas dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur seperti yang tertuang dalam dasar negara kita[4].
Pemerintah juga adalah pelindung hak-hak rakyat yang telah direbut dengan susah
payah dari pemerintahan kolonial. Pada intinya pemerintah merupakan alat negara
untuk mengusahakan agar tercipta suatu kondisi aman, adil, dan makmur. Untuk
menciptakan pemerintahan yang mengemban dan mejalankan cita-cita nasional serta
bersih maka dibentuk lembaga-lembaga pemerintahan yang posisinya saling
mengimbangi (check and balance);
lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembaga yudikatif, dan lembaga inspektif[5].
Tetapi
pada saat ini pemerintah kita justru tidak berpihak pada
kepentingan-kepentingan rakyat secara kolektif. Oleh karena kebijakan politik (political policy) mereka selalu berpihak pada kepentingan-kepentingan kaum
pemodal yang menguntungkan elite-elite tertentu. Konsep kenegaraan kita telah
salah ditafsirkan dan seakan-akan pemerintah yang sangat berkuasa yang dengan
semena-mena membuat kebijakan. Padahal jelas bahwa kedaulatan atau kekuasaan
berada di tangan rakyat yang mempunyai hak untuk menolak (civil rights). Yang lebih parahnya lagi adalah lembaga-lembaga
pemerintahan yang dibentuk untuk saling mengontrol telah berselingkuh (kolusi)
dan memperkaya diri masing-masing. Polisi, brimob, dan tentara yang seharusnya
melindungi masyarakat kini telah menjadi bulldog
pemerintah dan kaum pemodal.
Hal ini
juga terjadi di Pemerintahan Kabupaten Minahasa Selatan di mana pemerintah
telah membuat kesepakatan dengan perusahaan-perusahaan untuk mengeksploitasi kekayaan alam tanpa
sepengetahuan masyarakat. Pemerintahan di tingkat desa pun melakukan hal yang
sama dengan atasannya. Ini mengindikasikan bahwa fungsi pemerintahan kita pada
kenyataannya sangat kontradiktif. Di desa Picuan Lama, dari perangkat desa dan
BPD[6]
telah bersepakat dengan perusahaan PT Sumber Energi Jaya untuk melakukan
eksploitasi tambang emas tanpa melibatkan masyarakat. Padahal fungsi BPD juga
adalah mengawasi kebijakan pemerintah desa tetapi pada
kenyataannya telah berkolusi dengan pemerintah desa. Hal yang sangat aneh ketika
seorang meweteng yang tidak
bersepakat dengan kebijakan pemerintah desa kemudian dikucilkan dan akhirnya di
pecat. Sementara masyarakat desa pada umumnya menolak pengelolaan tambang emas
oleh perusahaan.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah telah
melakukan pengkhianatan terhadap asas demokrasi. Di mana negara dipandang bukan
sebagai suatu sistem social yang di dalamnya termasuk masyarakat dan yang
seharusnya menjadi prioritas kebijakan pemerintah adalah menciptakan tatanan
yang adil dan makmur bagi seluruh rakyat. Tetapi sampai hari ini pemerintah
telah memperkaya diri mereka masing-masing dengan melakukan praktik-praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)[7].
Pemerintah yang berwatak individualistis mudah disogok dan merelakan kehancuran
lingkungan di negara kita sendiri.
Bagaimana
pemerintah kita bisa bebas dari KKN jika mereka sendiri dihasilkan dari proses
korupsi, kolusi, dan nepotisme?
II.
KEBIJAKAN
EKONOMI (ECONOMIC POLICY)
Dasar
negara kita sangat jelas menentang exploitation
par l’homme de l’homme dan penghisapan bangsa terhadap bangsa. Pancasila
dan UUD 1945 merupakan dasar yang menentang imperialisme an sic dan sebagai pedoman untuk mewujudkan masyarakat yang adil
dan makmur. UUD 1945 pasal 33 adalah landasan perekonomian kita yang tentu saja
anti imperialisme dan kapitalisme[8].
Dalam pidato Soekarno dia menjelaskan bahwa “…cita-cita kami, sebagai bangsa
Indonesia, cita-cita kita, juga bukan suatu negara sembarangan,
saudara-saudara, tetapi suatu negara yang besar, yang kuat, sentausa, modern, up
to date, dan satu negara yang bisa mendatangkan kebahagian kepada
rakyat. Satu negara yang di dalamnya bisa diisikan satu masyarakat yang adil
dan makmur. Bukan satu negara kapitalis.
Bukan satu negara kemiskinan. Bukan
satu negara yang rakyatnya tidak bisa makan dengan cukup. Bukan satu negara
yang rakyatnya tidak hidup dengan bahagia. Tetapi satu negara yang besar dan
masyarakat adil dan makmur di dalamnya”.
Tetapi
pada kenyataannya pemerintah sekarang ini telah membuka jalan yang
selebar-lebarnya terhadap imperialisme dan kapitalisme untuk menjarah kekayaan
alam di Indonesia. Tanah di ekploitasi kekayaannya tetapi masyarakat tetap
miskin dan menderita sementara perusahaan-perusahaan asing (multinasional)
meraup keuntungan yang sangat besar. Semua kekayaan alam digadaikan oleh
pemerintah kepada pihak-pihak asing dan yang sejahtera adalah pemerintah
sendiri. Kekuasaan negara dalam pasal 33 telah salah ditafsirkan oleh karena negara
yang mereka pahami hanyalah pemerintah itu sendiri. Padahal negara adalah
sistem sosial dan masyarakat adalah bagiannya. Jadi kalau dikatakan dikuasai
oleh negara maka kekuasaan yang dimaksu adalah kekuasaan yang holistic yang tidak terletak pada
pemerintahnya saja tetapi juga dengan rakyat.
Hampir
semua pertambangan di Indonesia dikelola oleh perusahaan-perusahaan asing dari
pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Ini adalah hal yang sangat naïf
ketika perusahaan yang mendapat untung yang besar sedangkan negara dan
masyarakat mendapat untung kecil dan juga menanggung dampak lingkungannya.
Pemerintah
memberi ruang kepada perusahaan-perusahaan asing untuk mengeksploitasi sumber
daya alam kita sebagai solusi untuk meningkatkan PAD dan program pembangunan
desa serta meningkatkan kualitas
pendidikan. Hal ini adalah tindakan yang sangat tidak rasional oleh karena jika
kebijakan pemerintah seperti itu maka Indonesia dibawa menuju kehancuran
lingkungan total. Apalagi jika bentuk tambangnya adalah pertambangan bawah
tanah (underground mining) yang akan
menyebabkan kerusakan struktur tanah dan menjadi tidak aman ketika ada gempa.
Kita tahu bahwa bahan galian seperti emas adalah sumber daya alam yang tak bisa
diperbaharui dalam waktu singkat melainkan membutuhkan berjuta-juta tahun.
Kalau semua sumber daya alam (yang tidak dapat diperbaharui) dieksploitasi
habis-habisan sementara kualitas pertumbuhan negara kita belum memadai apakah
kita akan menunggu berjuta-juta tahun kemudian lagi supaya dapat
menggadaikannya demi meningkatkan kualitas pertumbuhan negara kita. Kita butuh
pemerintahan yang benar-benar menjiwai pancasila dan bukan mereka yang selalu
berorientasi pada keuntungan priibadi (money
oriented).
III.
KRIMINALISASI
PERTAMBANGAN RAKYAT DI KECAMATAN MOTOLING TIMUR
Banyak
usaha akal-akalan pemerintah yang berusaha menampakan bahwa proses demokrasi
sementara ditegakkan. Mereka membuat manajemen isu dan manajemen konflik untuk
menciptakan citra demokrasi. Padahal itu semua adalah rekayasa-rekayasa untuk
memperjuangkan kepentingan tertentu. Dalam hal pertambangan di daerah Tokin,
Karimbow, dan Picuan Lama - pemerintah
melakukan hal yang sama - mereka membuat
seolah-olah rakyat telah bersepakat supaya kekayaan alam di tanahnya bisa
dieksploitasi.
Pertambangan
rakyat di kecamatan Motoling Timur yang sekarang ini diisukan sebagai tambang ilegal
(illegal mining) pada kenyataannya
telah mendapat ijin resmi dari Departemen
Pertambangan Dan Energi Republik Indonesia Direktorat Jendral Pertambangan Umum lewat Keputusan Direktur Jendral Pertambangan Umum Nomor : 673 K/20.01/DJP/1998
tentang : Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat Untuk Bahan Galian Emas Di
Daerah Alason Dan Ranoyapo Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan
keputusan itu rakyat kecamatan motoling timur melaksanakan pertambangan rakyat
dan berusaha mengarahkannya pada pembentukan koperasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan BAB III Bentuk dan Organisasi Perusahaan Pertambangan pasal
11 Pertambangan rakyat “1). Pertambangan rakyat memberikan kesempatan pada
rakyat setempat dalam mengusahakan bahan galian untuk turut serta membangun
negara di bidang pertambangan dengan bimbingan pemerintah”.
Setelah
reformasi tahun 1998 kemudian terjadi pemekaran kabupaten dan Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) Ranoyapo termasuk dalam Kabupaten Minahasa Selatan.
Pemerintah pada masa itu membuka peluang kepada perusahan PT. Sumber Energi
Jaya (SEJ) dengan memberi legitimasi kepada pihak perusahan lewat Keputusan Bupati Minahasa Selatan Nomor :
63 Tahun 2010 Tentang : Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Kegiatan
Pertambangan Emas Di Kecamatan Motoling Timur Kabuaten Minahasa Selatan
Provinsi Sulawesi Utara oleh PT. Sumber
Energy Jaya. Kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkannya Keputusan Bupati Minahasa Selatan Nomor :
87 Tahun 2010 Tentang : Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan
Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. Sumber
Energi Jaya untuk dikelola selama 20 tahun (IUP).
Ketika
masyarakat di sekitar daerah pertambangan menolak perusahan PT. Sumber Energi
Jaya beroperasi maka pemerintah pun mengggunakan aparat polisi dan brimob untuk
memberantas gerakan rakyat. Pada mulanya
dari Desa Tokin dengan adanya mosi dari Masyarakat Peduli Desa Tokin
Raya yang menolak operasi tambang oleh perusahaan (PT. SEJ). Mereka kemudian
telah melakukan perjuangan dengan menggelar aksi protes dan menyurat kepada
DPRD Minahasa Selatan, Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan (Bupati), dan
KOMNAS HAM. Tetapi semua usaha itu tidak membuahkan hasil yang memadai sesuai
dengan tuntutan rakyat malahan mendapat tekanan dari pihak aparat polisi dengan
teror. Hal ini terbukti dengan adanya penganiayaan terhadap seorang warga Tokin
bernama Weni Karuh oleh aparat polisi karena menolak perusahan. Brimob pun
membuat kamp di perkebunan untuk menjaga perusahaan dan menekan gerakan rakyat
Tokin. Semua warga yang dinilai sebagai penggerak massa dijadikan target
operasi (TO) untuk diberantas. Para Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun diancam dipecat atau mutasi jika
menolak perusahan. Padahal sebagian besar masyarakat menolak perusahan adalah dorongan
dari hati nurani mereka sendiri sebagai wujud patriotisme terhadap tanah air.
Hal yang
serupa juga terjadi di Desa Picuan Lama ketika masyarakat menolak perusahan PT
SEJ. Banyak usaha yang dilakukan untuk menjebak masyarakat masuk dalam tindakan
pidana (kriminal) supaya bisa menekan masyarakat lainnya secara psikologis.
Beberapa warga dijebak melakukan illegal
mining dan juga terjadi tindak kekerasan oleh aparat polisi terhadap
seorang wanita dan pendeta yang notabene menolak perusahan PT SEJ. Masyarakat picuan lama pun telah
melakukan perjuangan dengan dasar bahwa tambang emas mereka adalah Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai dengan Keputusan Direktur Jendral Pertambangan
Umum. Warga juga telah memohon audensi kepada Kapolda SULUT dengan bantuan LSM
Generasi Bela Pancasila Kabupaten Minahasa Selatan agar bisa melindungi usaha
tambang rakyat mereka.
Insiden
yang terjadi pada Jumat, 20 April 2012 di desa Picuan Lama ketika masyarakat
menghancurkan kendaraan aparat polisi dijadikan alasan terror berkepanjangan
terhadap warga Picuan Lama. Padahal aksi masyarakat itu adalah solidaritas
warga yang melihat bahwa kepolisian dengan semena-mena datang lengkap dengan
senjata sekitar jam 2 subuh dan mengobrak-abrik rumah warga yang katanya
melakukan illegal mining. Mereka juga mengancam para
tetangga supaya tetap diam sehingga ketika seorang wanita berusaha berteriak aparat polisi melakukan tindak kekerasan dan
ketika warga bergerak polisi menakuti dengan membuang tembakan. Setelah ditelusuri ternyata kepolisian
terindikasi difasilitasi oleh PT. SEJ untuk menekan warga Picuan Lama supaya
bisa menerima PT. SEJ untuk melakukan eksploitasi tambang emas.
Insiden
itu kini dijadikan alasan terus menerus melakukan terror terhadap warga Picuan
Lama. Malam bukan lagi menjadi waktu beristirahat tetapi menjadi waktu untuk
terus berjaga-jaga karena setiap malam mereka diteror oleh aparat polisi. Aktivitas berkebun warga
kini tidak aman juga di siang hari karena harus bergantian untuk berjaga-jaga.
Aktivitas perekonomian juga sengaja dihambat oleh aparat polisi; para penjual
ikan pun tidak diperbolehkan oleh polisi memasuki desa tersebut. Yang lebih
para juga ketika media tidak diijinkan meliput kejadian yang terjadi di sana.
Hampir semua isu yang berkembang hanya berat sebelah karena tidak adanya
keterangan dari warga mengenai insiden tersebut. Semua keterangan yang beredar
hanyalah sepihak.
Wakil
rakyat dan pemerintah kabupaten hanya
berdiam diri terhadap persoalan ini dan cenderung lebih berpihak pada PT. SEJ
daripada kepentingan rakyat. Padahal rakyat sebenarnya telah mengusahakan agar
tambang rakyat itu mendapat bimbingan dari pemerintah. Mereka berusaha mengurus
izin pertambangan dan membentuk koperasi. Koperasi pertambangan rakyat telah
disahkan oleh Dinas Koperasi, UKM,
Pasar, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Minahasa Selatan melalui Keputusan Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia nomor : 100/BH/XXV.8/II/2012 tentang
Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Tambang “Yudha Putra” Picuan Raya. Walaupun
masyarakat berusaha untuk mengurus administrasi tetapi pemerintah justru
memperlambat dan membuka jalan yang lebar bagi PT. SEJ untuk mengeksploitasi
tambang yang sebenarnya adalah Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
IV.
MANIFESTO
RAKYAT PICUAN LAMA
Resistensi
masyarakat Picuan Lama terhadap PT. SEJ menyatakan “LEBIH BAIK MATI KENA PELURU DARIPADA MATI KELAPARAN”. Oleh karena
perusahaan dilindungi oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan, Polres
Minahasa Selatan, dan Brimob. Hal ini memang sangat kontradiktif karena tidak
sesuai dengan dasar negara kita dan cita-cita nasional. Hari ini rakyat picuan
lama rela mati daripada kehilangan sumber mata pencaharian dan juga tidak mau
lingkungan mereka dirusak. Mereka rela mati demi mempertahankan tanah adat
minahasa yang sampai hari digerogoti oleh perusahan-perusahan yang notabene
diberi ijin oleh pemerintah kita yang hanya ingin mendapat keuntungan sendiri.
Menurut
keterangan warga setempat bahwa 98 % masyarakat picuan lama menolak PT. Sumber
Energi Jaya untuk mengeksploitasi tambang emas yang ada di wilayah desa mereka.
2 % saja dari masyarakat yang menerima perusahan oleh karena sudah disogok pleh
pihak perusahan; mereka adalah sebagian besar Perangkat Desa, BPD, dan beberapa
pemuda lainnya. Gerakan masyarakat adalah murni dan spontan dari laki-laki,
perempuan, anak-anak, dan orang tua telah bersatu hati untuk menolak PT. SEJ.
Mereka menyatakan bahwa kalau polisi ingin menangkap warga picuan lama yang
diduga melakukan illegal mining dan
pengerusakan maka semua masyarakat harus ditangkap. Oleh karena yang menambang
adalah seluruh masyarakat dan yang melakukan pengerusakan juga adalah seluruh
masyarakat.
Semangat
masyarakat Picuan Lama bisa kita identikan dengan ungkapan “merdeka
atau mati?!!!!”
[1]
Neoliberalisme adalah wajah baru dari imperialisme untuk menjajah negara-negara
dunia ketiga atau negara-negara berkembang seperti Indonesia dalam bidang
ekonomi.
[2]
Penulis adalah ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif
Kota Minahasa periode 2012 – 2013.
[3]
Kedaulatan atau kekuasaan di tangan rakyat berarti rakyat mempunyai hak untuk
menolak kebijakan pemerintah.
[4]
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
[5]
Dalam konsep negara yang menganut trias politica hanya mengenai tiga lembaga
yaitu, eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
[6]
Dua orang anggota BPD tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah desa.
[7]
Korupsi adalah mengambil sesuatu yang bukan hak.
Kolusi adalah
bersekutu untuk melakukan hal kejahatan.
Nepotisme
adalah prinsip mendahulukan keluarga, sahabat, dan kolega.
[8]
Pasal 33 1).Perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan 2).Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara 3). Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat 4)
perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar