(Sebuah catatan
terhadap kondisi generasi muda)
Oleh
Iswadi Sual
Sejarah berkaitan
dengan identitas (jati diri) individu maupun komunitas masyarakat tertentu.
Kehilangan ingatan akan masa lalu (amnesia) juga adalah kehilangan jati diri.
Jika seseorang tidak ingat lagi siapa orang tuanya, tempat di mana dia lahir
dan lingkungan dia dibesarkan maka seseorang itu akan kehilangan pijakan. Sama
halnya dengan suatu bangsa yang tidak ingat lagi akan sejarah tentang siapa
leluhurnya, tanah leluhur dan budaya leluhur maka bangsa itu akan kehilangan
pijakan untuk masa depan. Hal ini juga yang dihadapi oleh bangsa Minahasa hari
ini di mana sebagian besar masyarakat atau generasi muda telah mengalami amnesia sejarah dan kebudayaan Minahasa.
Apakah generasi muda saat ini masih mengenal leluhurnya? Apakah mereka
mengetahui peristiwa-peristiwa penting di tanah adat ini? Apakah mereka masih
memiliki kemampuan menerjemahkan nilai-nilai budaya lokal dalam konteks modern?
Apakah juga mereka mengenal gagasan-gagasan Ratu Langi dan tonaas-tonaas lainnya?
Sejumlah
pertanyaan menyangkut identitas keminahasaan mungkin akan membuat generasi muda
sekarang bingung karena kurangnnya referensi ataupun memang apatis jika
diperhadapkan dengan masalah kebudayaan sendiri. Karakteristik Minahasa hari
ini tidak harus berpijak pada situasi yang sudah terkondisikan tetapi harus ada
usaha mencari karakter asli Minahasa untuk dijadikan pijakan dalam kehidupan
yang diperhadapkan dengan tantangan global hari ini.
Generasi muda
Minahasa praktisnya dalam arus globalisasi merasa inferior terkait persoalan
budaya lokal sebagai jati dirinya. Superioritas budaya pop sangat mendominasi
baik pola pikir maupun perilaku generasi saat ini. Rasa percaya diri untuk mengangkat
budaya Minahasa dalam persaingan global memang masih kurang. Dalam usaha
penyesuaian gaya hidup maka banyak sekali kearifan local yang telah dilupakan
dan ditinggalkan. Padahal dalam lingkup globalisasi yang dibutuhkan adalah daya
saing dan bukan hanya sekedar terbawa arus saja. Orang Minahasa hari ini telah
menjadi sedemikian pragmatis dalam menghadapi berbagai hal. Kebobrokan tatanan
sosial diakibatkan oleh hilangnya tumpuan etos budaya masyarakat.
Globalisasi yang
kemudian identik dengan berbagai terminologi seperti neokolonialisme,
imperalisme, kapitalisme transnasional, dan lain sebagainya ternyata memiliki
dampak terhadap persoalan identitas bangsa khususnya di negara-negara yang
dikategorikan Dunia Ketiga. Walaupun globalisasi diikuti dengan kampanye semangat
perdamaian dunia lewat keterbukaan tetapi pada kenyataannya terjadi hegemoni ekonomi
yang berpengaruh dalam berbagai sektor; baik itu dalam hal politik, budaya,
pendidikan, media, dan lain sebagainya. Yang paling nyata adalah perilaku masyarakat
yang terkooptasi oleh gaya pop yang dipengaruhi oleh media massa Media menjadi standarisasi perilaku masyarakat
dari cara berbicara, berpakaian, sampai kepada apa yang harus dikonsumsi.
Tou Minahasa khususnya yang
masih muda tidak harus berada dalam lingkup konsumerisme tetapi harus produktif
dalam berbagai hal. Tetapi intinya kemudian adalah landasan yang kuat terhadap
kebudayaan Minahasa itu sendiri. Modernitas harus disambaut dengan akar budaya
yang kuat agar supaya identitas Minahasa tidak memudar dalam persaingan global.
Konsumsi masyarakat hari ini yang dianggap gaya hidup standar perlu disadari
dipengaruhi oleh budaya bangsa-bangsa yang memiliki daya saing tinggi yang
ditunjang oleh kemampuan berpikir
(sumber daya manusia). Banyak budaya local hari ini yang telah diangkat menjadi
budaya internasional; walaupun telah banyak dimodifikasi tetapi kekhasan budaya
local itu tetapi ada. Kita bisa mendapati hal-hal demikian dalam music, sastra,
fashion, dan teknologi.
Etos budaya
Minahasa yang semakin memudar harusnya menjadi tanggung jawab generasi muda
untuk membangkitkannya lagi. Semangat kerja mapalus dan sifat
pemberani waraney harusnya menjadi tumpuan dalam menghadapi modernitas.
Harusnya generasi muda Minahasa tidak malu untuk mengglobalkan kearifan lokal
kita. Rasa cinta akan kebudayaan sendiri harus ditumbuhkembangkan disamping
menerima modernisasi. Artinya generasi muda tidak harus terjebak pada
tradisionalisme ataupun terbawa arus modernisasi. Etos kerja mapalus dan semangat waraney baiknya menjadi tumpuan generasi
muda dalam berpikir dan berperilaku untuk menciptakan tatanan masyarakat yang
maju tetapi dilandasi nilai-nilai asli budaya Minahasa. Generasi muda perlu
menemukan kembali jati diri ke-Minahasa-an dalam upaya mengangkat
nilai-nilai budaya asli.
Rasa rendah diri
(inferior) harus ditepis untuk
membangkitkan kepercayaan diri (superior)
kita untuk mengangkat identitas kolektif. Kita harus sadar tentang potensi kita
dan memanfaatkannya dalam persaingan global sehingga identitas kolektif (Minahasa) memilki posisi tawar dalam
skala internasional. Saya kira ini juga yang dilakukan oleh bangsa dan negara
lain. Generasi muda Minahasa harus lebih produktif dalam berbagai bidang yang
diisi dengan nilai-nilai budaya. Produktivitas yang dilandasi dengan prinsip maesa (Minahasa), matuari, dan mapalus serta semangat waraney mungkin adalah solusi kemajuan
kita bersama baik generasi sekarang maupun selanjutnya. Menumbuhkan rasa
persatuan, persaudaraan, dan kerja sama antar Tou Minahasa dalam pembangunan.
Kebanggaan
terhadap kebudayaan sendiri bukan untuk menciptakan etnosentrisme, chauvinisme,
ataupun nasionalisme sempit. Tetapi bangga menjadi diri sendiri juga adalah hak
yang disertai kewajiban untuk menghormati yang lain. Generasi muda Minahasa
harus berani keluar dari rasa inferioritas dan bangkit untuk bersaing. Oleh
karena era globalisasi selain persaingan ekonomi juga adalah persaingan budaya.
Yang menentukan adalah kesiapan generasi muda apakah memiliki daya saing
menghadapi kondisi saat ini. Revitalisasi ataupun revival nilai-nilai
kebudayaan Minahasa adalah kunci untuk menghadapi masa sekarang dan masa yang
akan datang. I yayat u santi!!!
[1] Disampaikan
dalam kegiatan Dialog Budaya Minahasa Akhir Tahun di Langowan yang diselenggarakan oleh
Kerukunan Warga Langoan (KWL) se-JABOTABEK pada 27 Desember 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar