halo aci!

halo aci!
Teater Ungu

Minggu, 16 Januari 2011

MEDIA SEBAGAI LEGITIMASI BUDAYA



          
Pembodohan media
Terbentuknya pola hidup masyarakat modern tak lepas dari peran media oleh karena pada kenyataannya masyarakat modern ‘tak bisa hidup’ tanpanya. Ketergantungan masyarakat pada media disebabkan oleh kebiasaan yang dibangun secara perlahan. Di mana secara berangsur-angsur masyarakat modern mulai dipolakan olehnya. Sehingga hampir semua aspek kehidupan masyarakat mulai dari gaya pikir, laku, makan, pakaian, dan hal-hal lain dibentuk secara ‘tak sadar’ oleh media. Media – apakah itu media massa atau media elektronik – menjadi standarisasi masyarakat modern; di mana segala ukuran tentang kehidupan mengacu pada media. Menurut pandangan kaum marxis, media adalah salah satu pilar sistem kapitalisme dalam upaya mempertahankan eksistensinya yang diramalkan oleh Marx sebagai sistem yang akan menghancurkan dirinya sendiri. Media menjadi penghalang bagi masyarakat modern untuk membentuk kesadaran kolektifnya melawan penindasan sistem. Di mana kapitalisme mengeksploitasi seni dan erotisme dalam setiap kampanye-kampanye yang sangat bersinggungngan langsung dengan perasaan dan birahi manusia seperti yang digambarkan oleh Anthony Giddens dalam bukunya The Transformation of Intimacy :
Love, Sexuality and Eroticism in Modern Societies. Media yang tak pernah bebas dari erotisme sebagai daya tarik konsumen. Hal yang sama pun berlaku untuk produk-produk yang diperjual-belikan. Ornamen-ornamen yang berbau seks menghiasi produk-produk kapitalis. Dalam dunia kapitalis umumnya persoalan moral dikesampingkan dan keuntungan yang diutamakan.
            Politik budaya pun ikut bermain dalam media. Ketika listrik dan televisi masuk hampir ke segala pelosok desa maka terjadi perubahan drastis dalam masyarakat. Di mana standar untuk hal-hal yang harus diterima adalah yang ada dalam chanel-chanel TV. Media menjadi penentu mengenai benar salah bahasa yang harus dipakai, gaya rambut dan pakaian yang cocok. Pada kenyataannya terjadi pelecehan terhadap budaya local yang dianggap kuno dan tak relevan lagi. Lebih parahnya lagi gaya hidup yang ditampilkan oleh media menggerogoti etos kerja masyarakat desa. Masyarakat desa kehilangan keterampilan mengenai kearifan-kearifan local dan berbondong-bondong ke kota yang dianggap tempat yang paling tepat untuk hidup.
            Di Minahasa persoalan pergeseran budaya sangat kentara. Di mana muda-mudinya sering sulit untuk diidentifikasi apakah berkebangsaan jepang, korea, inggris, dan sebagainya. Di satu sisi hadirnya mall, discotic, dan tempat hiburan lainnya dianggap sebagai suatu kemajuan. Ini disebabkan oleh pengaruh media yang menampilkan hal-hal tersebut sehingga masyarakat menganggap itu adalah hal yang lumrah dan harus begitu adanya. Sementara, hadirnya hal-hal tersebut  merupakan ancaman bagi pudarnya budaya local. Isu-isu mengenai kecintaan budaya bangsa hanyalah kampanye-kampanye belaka sementara dalam kebijakan politik dan ekonomi pemerintah tidak mampu menekan produk-produk atau tayangan media yang menggerogoti kebudayaan bangsa.
SUAL BROTHER
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar