(Sebuah paradigma terhadap persoalan sosial
di Kecamatan Motoling Timur)
Oleh
Iswadi Indra Iskandar Komodor Sual
I.
PENDAHULUAN
Dalam
sejarah manusia, kesejahteraan (welfare)
merupakan cita-cita semua bangsa yang ada di bumi. Tetapi setiap bangsa
mempunyai perspektif dan strategi berbeda untuk mewujudkan kesejahteraan itu
sesuai dengan keadaan objektif kondisi masyarakatnya. Dialektika sosial secara
historis telah membuktikan bahwa perang antar etnis, kolonisasi, dan ekspansi
adalah upaya untuk menciptakan kesejahteraan bangsa. Etnosentrisme atau ego
suatu bangsa mendominasi pemikiran elite-elite politik sehingga mengabaikan
nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Inilah yang kemudian menjadi dasar
semangat imperialisme dan juga pecahnya perang dunia.
Polisi saat berada di Picuan pada 26 Mei 2012 |
Bangsa
Indonesia mempunyai Pancasila sebagai filosofische
grondslag untuk mewujudkan kesejahterannya. Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda
dengan bangsa lain dalam perspektif dan strategi untuk mewujudkan
kesejahteraan. Kesejahteraan adalah kondisi berdaulat, aman, adil dan makmur
sebagai cita-cita nasional Indonesia.Tetapi dalam kondisi sekarang ini kita
menemukan banyak kontradiksi dalam peraturan perundang-undangan, praktik
kebijakan pemerintah dengan dasar negara yang telah dirumuskan oleh para founding fathers kita. Yang diberi
kenyamanan justru adalah pemodal dan mereka yang tingkat ekonominya menengah ke
atas. Sehingga menjadi sangat kabur mengenai tujuan pembangunan nasional
tentang apa sebenarnya yang akan dibangun; apakah rakyatnya, pemodal (asing),
atau pemerintah membangun dirinya sendiri.
Rakyat
kecil menjadi korban dari kebijakan pemerintah yang sama sekali mengabaikan
prinsip demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Ini memang dikarenakan
kader-kader bangsa kita tidak memiliki semangat Pancasila dan UUD 1945. Sebagian
besar generasi yang memimpin sekarang sangat individualistis dan tidak paham
betul dengan filosofi negara ini.Bahkan pun produk-produk lembaga pendidikan
tidak kalah individualistisnya. Para sarjana tidak memiliki jiwa sosial tetapi
mengabdikan pengetahuannya pada kesejahteraan pribadi dan keluarga walaupun
menggunakan cara-cara yang tidak sehat dan merugikan banyak orang. Bukankah itu
merupakan pengkhianatan terhadap cita-cita pendidikan nasional?
Masyarakat
bukan lagi menjadi prioritas pembangunan nasional tetapi sengaja dikorbankan
untuk kepentingan pemodal.Kita bisa melihat di berbagai daerah terjadi
perlawanan rakyat terhadap kebijakan pemerintah oleh karena pemodal lebih
diberikan perhatian dan ruang daripada masyarakat sendiri.Kekayaan alam kita
diberikan kepada perusahaan swasta dengan dalih sebagai strategi pembangunan
melalui investasi.Seharusnya kekayaan alam kita dikerjakan oleh kita sendiri
dan untuk kesejahteraan kita sendiri.Pajak, restribusi, dan royalty yang
dipungut oleh negara pada perusahan-perusahan swasta disalurkan dengan prinsip
segitiga terbalik.Dana negara dikebiri secara procedural dan sesuai pangkat
sehingga rakyat hanya menerima sedikit saja dari hasil kekayaan alam. Bukankah
ini pengkhianatan terhadap cita-cita nasional?
II.
PANCASILA,
UUD 1945, DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Setiap
negara mempunyai filosofi atau dasar pemikiran tentang mengapa dan bagaimana
mereka harus hidup dalam negara yang berdaulat. Tetapi kita Negara Indonesia
sebagai suatu system telah hancur de facto.
Dalam doktrin kenegaraan bahwa negara sebagai suatu sistem adalah alat untuk
mewujudkan kesejahteraan bersama.Pancasila dan UUD 1945 merupakan acuan kita
untuk hidup berbangsa dan bernegara. Tetapi sampai hari ini Indonesia untuk
hanya de jure oleh karena ruh
integritas kita telah didestruksi oleh penyelenggara pemerintahan yang tidak
mengemban cita-cita nasional. Pemerintah kita hari ini tidak lagi dalam posisi
sebagai penguasa yang mengatur negara sesuai dengan amanat cita-cita nasional
tetapi telah menjadi pengarah acara bagi pemodal dan neo-kolinialis[1].
Dalam
konsep geostrategi Indonesia ada istilah astagatra yang terdiri dari :
1.
Trigatra
·
Geografi
·
Sumber daya alam
·
Kependudukan
2.
Pancagatra
·
Ideologi
·
Politik
·
Ekonomi
·
Sosial/budaya
·
Pertahanan dan keamanan
Dalam trigatra pentingnya wilayah, sumber daya alam, dan
masyarakat dalam suatu negara sebagai anasir dasar. Kemudian dalam pancagatra
anasir ideologi, politik, ekonomi, sosial/budaya, pertahanan dan keamanan juga
adalah anasir penting dalam mewujudkan sebuah negara yang berdaulat yang mampu
menjamin kesejahteraan sosial. Dalam konsep geostrategic ini Indonesia sangat
lemah hampir semua dalam anasir yang termasuk dalam pancagatra.
Ideologi. Di
Indonesia setelah kejatuhan Soekarno, ideologi menjadi istilah yang tabu karena
sering diidentikan dengan diskursus komunisme sehingga generasi orde baru
menjadi sangat dekaden. Pancasila sebagai ideologi negara menjadi doktrin kaku
dan tidak dijiwai oleh warga negara.Yang paling banter adalah pemerintah
sendiri tidak mengerti secara jelas tentang Pancasila sebagai ideologi negara. UUD
1945 yang merupakan pengejahwantahan dari Pancasila sekarang ini pun terabaikan
bahkan berusaha diamandemen disesuaikan dengan kepentingan ekonomi kapitalis. Pendidikan
pun sampai hari ini tidak menjadi solusi oleh karena pendidikan kita lebih
mengabdi pada kepentingan kapitalisme.
Politik. Sampai
hari ini kita masih susah mendapat pemimpin yang bebas dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme oleh karena kader-kader bangsa kita sama sekali tidak
memiliki semangat Pancasila dan UUD 1945. Kesemarautan praktik politik dan
orientasi profit pribadi adalah semangat politisi kita. Etos politik di
Indonesia lebih didominasi oleh semangat individualistis dan akumulasi modal. Kebijakan
pemerintah selalu memproteksi kepentingan pemodal daripada rakyat kecil.Itu
karena ideology para politisi kita adalah uang semata dan tak punya panggilan
jiwa untuk melayani negara.
Ekonomi. Pasal
33 UUD 1945 adalah penjabaran sila kelima Pancasila sebagai landasan ekonomi
Indonesia.Sumber daya alam negara yang begitu kaya harus dimanfaatkan sebaiknya
untuk kejateraan sosial tetapi sampai hari ini kita belum bisa mencapai
kesejahteraan sesuai dengan cita-cita nasional.Hampir semua kekayaan alam kita
telah diserahkan ke pihak asing dan pemodal sementara rakyat tidak mendapat
kesejahteraan yang sesuai. Pajak yang diambil dari perusahan-perusahan swasta
dan perusahan-perusahan asing oleh negara disalurkan dengan model segitiga
terbalik.
Sosial/budaya.
Masyarakat Indonesia sampai hari ini identitasnya terus digerogoti oleh karena
tidak memiliki landasan pemikiran yang jelas (ideologi), jaminan kesejahteraan
sosial tidak tepat sasaran (politik), masyarakat hidup di bawah sistem ekonomi
(de facto) yang bertentangan dengan Pancasila
dan UUD 1945[2]. Masyarakat
Indonesia cenderung menjadi bangsa yang hampir melupakan sejarahnya sendiri
sebagai bangsa yang kuat yang memiliki kebudayaan. Epigonisme terhadap
kebudayaan Barat telah merasuki masyrakat kita oleh karena tak adanya
keleluasaan kita mengakses ‘diri kita sendiri’.
Pertahanan dan
keamanan.Muncul terminologi bahwa polisi dan tentara kita hari ini adalah
penjaga kepentingan pemodal. Ancaman dari luar saja belum bisa disikapi dengan
tegas karena peralatan militer kita yang mungkin belum memenuhi syarat. Jadinya
prajurit nasional dibentuk untuk menembak rakyatnya sendiri dengan dalih ‘hanya
menjalankan perintah’.Seakan kita telah kembali ke zaman penjajahan dengan
bentuk koloni-nasional – bentuk penjajahan oleh bangsa kita sendiri.
Kita
bisa mengevaluasi bahwa anasir-anasir di atas sungguh sangat berantakan dan ini
tak memungkinkan terwujudnya cita-cita nasional. Jika kita kembali ke dasar negara
kita (Pancasila dan UUD 1945) dan menjadikan itu sebagai semangat hidup
berbangsa dan bernegara maka cita-cita nasional akan mudah dicapai. Tetapi
selama kita mengabaikannya maka kita tak akan pernah menggapai harapan dari
leluhur sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, adil, dan makmur.
III.
PERTAMBANGAN
RAKYAT SEBAGAI WUJUD DEMOKRASI EKONOMI
Pemerintah
selalu menggunakan alibi bahwa kenapa kekayaan alam kita harus diserahkan pada
pihak swasta oleh karena kita belum memiliki teknologi dan tenaga ahli untuk
mengelola kekayaan alam kita sendiri. Ada juga alibi seperti investasi adalah
solusi percepatan pembangunan nasional. Pemerintah
kita terlalu buru-buru dalam pembangunan terlebih dalam masalah sumber daya
alam. Dengan begitu hampir seluruh tambang (SDA) telah dipegang oleh
perusahan-perusahan asing. Pada kenyataannya, para politisi dan kaum kapitalis
semakin kaya dan rakyat kecil tetap stagnan dalam kemiskinan.
Pendidikan
kita tidak sesuai dengan kebutuhan nasional tetapi lebih sesuai dengan
kebutuhan kaum pemodal. Kalau memang kita belum memiliki teknologi dan tenaga
ahli untuk mengolah kekayaan alam kita mengapa tidak diprogramkan untuk
meningkatkan kulaitas pendidikan dan mengembangkan pendidikan di bidang
pertambangan, pertanian, dan teknologi. Dengan begitu kita sendiri yang akan
mengolah kekayaan alam negara dan semuanya itu untuk kesejahteraan rakyat.
Sudah menjadi tugas pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan
memproduksi tenaga-tenaga ahli dan bukannya membuat rakyat menjadi kuli di
negara yang kaya akan sumber daya alam.
Rakyat
harus dididik untuk mengusahakn kekayaan alam negara (pertambangan rakyat)
bukannya ditekan dan diteror. Hampir semua pertambangan yang dipegang oleh
perusahan swasta tidak menjamin kesejateraan rakyat secara merata,
berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Dalam praktik kapitalisme, moral
selalu diabaikan dan keuntungan yang paling diutamakan. Janji-janji
kesejahteraan dan pemeliharaan lingkungan adalah umbaran kosong yang tidak
kunjung akan datang.
Pertambangan
yang diusahakan oleh rakyat adalah kesejahteraan yang nyata daripada yang
dikelola oleh perusahan swasta. Tetapi pemerintah juga harus pro-aktif
membimbing rakyat dalam menjalankan ekonomi terlebih dalam mengelola sumber
daya alam yang menghasilkan limbah.Rakyat harus diberi pendidikan untuk
mengatur ekonominya sendiri sehingga rakyat menjadi prioritas pembangunan (center-interest). Dengan begitu masyarakat tak harus dikorbankan demi
kepentingan kaum pemodal.Prinsipnya adalah demokrasi ekonomi yang menjamin
kesejahteraan rakyat secara menyeluruh dan berkelanjutan.
IV.
SUMBER
KONFLIK PERTAMBANGAN DI KECAMATAN MOTOLING TIMUR
1. PENGABAIAN PRINSIP DEMOKRASI EKONOMI
Keluhan rakyat selalu pada
persoalan keadilan dan kesejahteraan yang benar-benar nyata. Pemerintah harusnya
meminta kesepakatan dari rakyat dan bukan hanya melakukan sosialisasi[3].
Sesuai dengan prinsip demokrasi ekonomi rakyat harus dijadikan subjek dalam
pembangunan nasional dan bukan objek. Artinya rakyat bukanlah benda mati atau
ternak yang digembalakan sehingga keputusan waktu makan dan minum selalu
ditetapkan oleh gembalanya. Negara kita memiliki asas demokrasi sebagai
landasan untuk mengambil keputusan.
2. KAUM PARASIT DAN 'INVISIBLEHAND'
Adanya oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan situasi
untuk mencari keuntungan dan ada tangan yang tidak terlihat dalam mengelola
konflik. Strategi dan taktik memecah belah, menebarkan isu untuk membangun
ketidakpercayaan satu sama lain, teror, dan politik uang.
3. PERAN MEDIA
Ketidakakuratan data dan ketidakobjektivan data yang
diberitakan oleh media membuat masalah menjadi simpang siur dan tak jelas. Ini kemudian
menimbulkan pencitraan yang sangat buruk terhadap masyarakat penolak perusahan
tambang. Pemberitaan yang terlalu memberatkan dan ada media yang sengaja tidak
mau menulis apa yang sebenarnya. Pencitraan terhadap diri yang dilakukan oleh
orang lain dengan maksud memburuk-burukan akan menimbulkan amarah dari oknum
terkait. Apalagi kalau citra yang sengaja diburuk-burukan itu tentang identitas
kolektif; jelas itu akan mendorong solidaritas mekanis.
V.
SOLUSI
Untuk
menciptakan situasi yang kondusif di kecamatan Motoling Timur maka seharusnya
pemerintah harus lebih progresif dan merakyat dalam menjalankan
kerja-kerjanya.Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Minahasa Selatan dan Pemerintah
Kabupaten Minahasa Selatan harus lebih memperhatikan asas demokrasi untuk
melihat persoalan yang terJadi di daerahnya. Tidak harusnya pemerintah hanya
mendengarkan informasi sepihak yang kemudian dijadikan alibi dan mengeliminir
suara rakyat yang lain. Pemerintah
sebaiknya melakukan gerakan turun langsung ke masyarakat (gerakan turun
ke bawah) untuk mendiagnosa konflik atau persoalan yang sedang terjadi dan
tidak hanya berdiam terus di kantor-kantor. Harusnya ada analisa yang sistemik,
holistik, dan objektif terhadap persoalan pertambangan di kecamatan Motoling
Timur.
1. ASAS DEMOKRASI
Masyarakat harus diberikan kebebasan untuk mengeluarkan
pendapatnya mengenai kebijakan pemerintah yang dipandang tidak berpihak kepada
kepentingan rakyat dan mengabaikan anasir-anasir substansial lainnya. Di desa
ada DPD yang bisa digunakan untuk mendiagnosa kebutuhan masyarakat dan aspirasi
masyarakat terkait persolan yang sedang berkembang[4].
Harus disadari bahwa ada oknum-oknum tertentu yang berbicara atas nama rakyat
tapi sebenarnya tidak pernah mengakomodir aspirasi masyarakat lewat musyawarah.
2. REFERENDUM
Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya membuat angket atau
kuesioner untuk mengetahui presentase warga yang menolak operasi pertambangan
yang dipegang oleh perusahan asing atau perusahan lainnya yang bukan didirikan
oleh pemerintah daerah atau desa setempat. Atau Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya
turun langsung ke masyarakat dan berdialog (vis
a vis) menanyakan secara langsung pada masyarakat mengenai persoalan yang
sedang berkembang[5].
3. PEMBENTUKAN KOPERASI
Sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 bahwa perekonomian
disusun secara bersama dengan asas kekeluargaan. Maka pertambangan emas di
kecamatan Motoling Timur harusnya dibentuk koperasi desa sebagai usaha bersama
dan dilegalisir untuk ijin produksi. Ini yang lebih dekat dengan cita-cita
nasional sebagai bentuk ekonomi yang merakyat. Ekonomi yang melibatkan rakyat
dan mensejahterakan rakyat.
VI.
[1]
Dalam Kompas edisi Senin, 2 Januari 2012 Sri-Edi Swasono (Guru Besar Fakultas
Ekonomi UI) menulis artikel dengan judul Pasal 33, Freeport, dan Papua; dia
menggambarkan bahwa pemerintah kita lebih mirip sebagai Master of Ceremony yang melayani pemodal asing dengan daftar Sumber
Daya Alam Indonesia.
[2]Pancasila
mengandung prinsip sosialisme dalam sila kelima dan juga dalam pasal 33 UUD
1945 untuk menjamin kesejahteraan sosial dengan memanfaatkan kekayaan alam
negara.
[3] Sosialisasi
sifatnya hanya mengumumkan dan bukan meminta kesepakatan; ini bukanlah demokrasi.
[4]
Sangat disayangkan ketika LMND berusaha untuk membantu masyarakat menegakkan
prinsip demokrasi lewat rapat-rapat desa malah dituduh sebagai upaya profokasi
dan dijadikan target operasi polisi.
[5]Dewan
Perwakilan Rakyat kita cenderung eksklusif dan tidak mau juga tidak berani
berhadapan dengan rakyatnya sendiri.