halo aci!

halo aci!
Teater Ungu

Senin, 12 September 2011

MITOLOGI MASYARAKAT TOUNTEMBOAN


Disitir dari buku
SEKILAS SEJARAH DESA PONTAK DAN PERKEMBANGANNYA
(1989)
Oleh
M. F. Lumenta

BAB III
SEKILAS SEJARAH DESA PONTAK DAN PERKEMBANGANNYA
III. B. 4. KEADAAN AGAMA DAN KEPERCAYAANNYA
I.     TENTANG KEPERCAYAAN
Berbicara kepercayaan berarti mengungkap adanya penganutan orang dulu yang disebut : kaper, alifuru. Sampai saat ini masih ada satu dua orang yang menganutnya. Namun kepercayaannya ituada yang menjadi tinggal buah cerita yang meyakinkan, ada yang tinggal berupa himbauan, ada yang mengungkapnya tinggal sekedar pantangan, dan ada pula yang sudah menjadikannya sebagai bahan pendidikan belaka.
Bentuk dan sifat kepercayaan yang dimaksud itu antara lain sebagai berikut :
1.       Bunyi cicak di rumah (cicak = sopit)
·         Cicak berbunyi di atas palng pintu muka, tandanya ada tamu mau berkunjung (siapa saja tamu itu, biasanya bila ada tamu mau berkunjung tuan rumah segera mengatur ruangan, membersihkan dan lain-lainnya)
·         Cicak berunyi di atas sudut rumah, di ruangan tamu dan atau di kamar, tandanya : ada sesuatu masalah yang akan di alami.
·         dll
2.       Apabila hendak berangkat berjalan keluar rumah ada orang bersin tandanya ada bahaya yang akan dijumpai. Jadi tanggunghkan keberangkatan.
3.       Sementara jalan :
·         Ada ular hitam (mamai’) menjalar memotong jalan di depan apalagi memotong ke kiri dan turun gunung. Tandanya perjalanan cita-cita mengalami kemalangan, sial, soe. Harus berhenti, kalau tahu isap rokok, merokoklah. Kalau perlu lebih baik pulang ke rumah saja.
·         Ada burung manguni siang (wala In endo) terbang memotong jalan bagian depan kekiri dan menurun tandanya sama dengan ular hitam; pantangannya pun sama.
4.       Tanda bunyi burung manguni malam (wala’ im bengi) (orang tua dulu menyebutnya ko’ko’ I mamarimbing)
·         Alun suara yang mereka namakan pa’apiang. Artinya, bila berbunyi dari depan, tandanya ada suatu bahaya mengancam.
·         Alun suaa yang mereka namakan imbuang. Artinya, tanda harus waspada.
·         Maka sio siow : menang dalam segala perkara.
5.       Tanda bunyi burung manguni siang (wala In endo)
·         Ketek     : kalau bunyinya datang dari depan tanda ada bahaya.
·         Ke’ke’    : kalau di depan, tanda bahwa tak lama lagi akan melihat sesuatu atau menjumpai sesuatu.
·         Mangolok : tanda sial dalam perjalanan.
·         Lowas makapat : bila bertengger di bawah lalu makin lama makin ke atas maka menandakan keberuntungan yang diperoleh.
6.       Tentang pohon lansat. (Lansat tua yang ada di tengah desa pontak)
Saat ini bukan lagi menjadi ilah lain tapi tinggal merupakan suatu alat ceritera mempercayai, yaitu
·         Bila daunnya rontok akan timbul penyakit sampar
·         Bila daunnya subur kebiru-biruan, pertanda ekonomi  ada kemajuan
·         Bila cabang besar patah ada tokoh masyarakat Pontak meninggal
·         Larangan : tidak dibenarkan siapa saja yang mau merusak cabang, daun, atau bertindak sembarangan pada pohon lansat itu. Kalau sampai ada yang melakukannya dia akan mendapat celaka atau meninggal dunia
·         Bila ada ranting patah tanda ada anak yang akan meninggal
7.       Apabila orang meninggal; termasuk hubungan penyakitnya.
Kepercayaan dulu bahwa selama 40 hari bahkan ada yang sampai satu tahun seolah-olah rohnya ada tetap beserta keluarga yang ditinggalkan oleh kekasihnya. Oleh karena itu masih ada yang menyiapkan penganan untuk dia itu yang sudah meninggal; disebut ma’umper. Nampaknya hal ini masih ada lagi satu dua orang yang melakukannya sekarang yang lain itu tinggal melampiaskan perasaan kasih sayang.  Jadi bukan lagi percaya dengan adanya roh itu datang makan penganan yang disajikan di satu meja khusus dalam kamar dan ada yang penyajiannya langsung bawa di kubur di atas batu nisan kekasih itu.
Dahulu ada orang yang membuatnya “modium”. Sengaja diurus oleh orang yang mengerti obatan/dukun, setelah dihubungi oleh keluarga. Biasanya dukun ditemani oleh tida orang, ke kubur pada sekitar pukul 24.00 tengah malam. Pergi memanggil roh yang meninggal itu datang di rumah. Melalui seseorang dari mereka itu roh orang yang sudah mati itu pun menceritakan apa yang menyebabkan dia meninggal. Penyakit apa yang menyebabkannya. Apakah karena ‘po’diara’ = diracuni dengan jalan gelap/kulit hitam taukah kehendak tuhan atau hal-hal lain. Memang, apa yang dikatakan ma’diara itu sudah ada sejak dahulu dan sampai sekarang pin masih ada yang menganut kepercayaannya. Yang lain menyebutnya ‘pandoti’. Dahulu kala, ada orang sakit, tidak lain berobat melalui dukun. Dapat juga dari dukun apa yang menyebabkan orang itu sakit.  Orang yang sakit waktu dulu diukur dari pengetahuan dukun (sebab dulu belum ada rumah saki/puskesmas), hanya beberapa macam penyakit, antara lain :
Paling tidak penyakit yang disebut-sebut waktu itu, yaitu
·         Penyakit ma’kayongkong = gemetar = demam = malaria
·         Penyakit reges lewo = angin jaha = pino’diara = diracuni oleh pandoti (pandoti = orang hobatan yang obatnya sudah jadi jahat, peracun, pembunuh orang dengan menggunakan fui’ fui’ = hobatan yang didukung oleh doa-doa iblis). Catatan : masuknya agama Kristen kepercayaan ini mulai menghilang karena bertentangan dengan iman Kristen.
·         Penyakit ni iblis = kemasukan roh iblis, sama derajatnya dengan
·         Penyakit in e’ bu’ (baca : ine’bu’) = asal kata e’ bu’. Artinya : in = di atau dari,  e’ bu’ = lokasi hutan yang kesunyian = di tempat jurang dalam = koso’ rarem, tempat mata air. Untuk penyakit ini dukun mensinyalir bahwa mungkin si penderita ini pernah sembarang memasuki lokasi terlarang itu, atau juga buang air kecil/besar di tempat itu. Dalam hal ini dukun mengambil kesimpulan untuk mengobatinya dengan cara yang disebutnya ‘tondongeng’ = diatur secara pengobatan dukun untuk pergi cari, panggil pulang jiwanya yang dianggap sudah digeroggoti oleh roh halus/iblis di lokasi tersebut. (masuknya agama Kristen kepercayaan itu mulai menghilang)
                Catatan : tentang orang halus
                Diceritakan oleh orang tua bahwa waktu dulu di ujung utara desa pontak di sekitar lokasi SDN II Pontak yang dulu ada pancuran air bersih sering menampakkan diri kepada beberapa orang tua dan satu dua orang anak waktu itu orang halus itu disebut lo’ lok = tubuhnya pendek, rambutnya panjang. Sering nampak pakai topi merah terdiri dari dua makhluk, diperkirakan yang sattu lelaki yang satu perempuan.
    Hal ini masih berlaku pada waktu lokasi ini masih berhutan (e’ bu’) untuk sekarang initidak lagi ada cerita orang halus itu mungkin karena tempat itu sudah elas (tidak berhutan lagi) atau kayawa’dang in tou (sudah banyak orang yang berlalu lalang di situ)
8.       Kepercayaan dalam berkebun.
a.       Dahulu membuka kebun baru (lemo’ lok uma weru) harus didahului tonaas/orang tua yang tahu dengar bunyi burung manguni dan dengan acara adat tua-tua.
Biasanya, kebun kebun yang baru dibuka itu harus dimulai dengan tanaman hmabur padi lading lalu sesudah itu dipetik ganti dengan tanaman milu.
b.      Beberbicara kepercayaan tanaman padi ladang. Bila sudah mulai ‘mamupus’ = ‘membunting’ = tanda sudah mau mengeluarkan buah apabila ada orang yang mau lalu lalang di kebun padi itu maka ada pantangan sebagai berikut.
·         Tidak dibenarkan berteriak-teriak (ma’keret) mengeret-ngeret
·         Tidak boleh bawa bulu mentah dan daun mentah (hijau)
·         Tidak boleh bersiul-siul (meniwi’niwi = asal kata siwi)
·         Tidak boleh bawa hasil buruan ;babi utang, tikus, dan lain-lain sebagainya
·         Tidak boleh bawa alat penangkap binatang : koreng (igi = lukah) dan alat-alat dodeso (penagkap tikus, burung) lainnya, antara lain : alat penangkap tikus, burung (leka’), torakh (penangkap tikus) litaw (penangkap babi hutan) leput (penangkap tikus)
    Untuk sekarang ini kepercayaan ini sudah tidak berwarna lagi, mungkin karena sudah jarang atau tidak ada lagi yang bertanam padi ladang.
Kepercayaan untuk hal-hal lainnya
a.       Anjing sedang menggong-gong/mengaum = anjing itu sedang melihat bayangan orang yang sudah meninggal.
b.      Kucing mengeong-ngeong di pinggir rumah = katanya membawa sakit; jiwa orang yang sudah meniggal datang meminta apa-apa.
c.       Alat penangkis/pengusir roh-roh jahat (mukud lewo), jin-jin = katanya lidi, woka (simbel), lemong suangi (munte popontoleng) letakkan di dindding kamar.
d.      Pembunuhan babi pada pesta nikah terutama babi pertama yang dipotong (tusuk di bahagian ketiak) harus dibunuh pada jalan hlaman masuk pesta atau di tangga muka rumah bagian terbawah atau dalam los bangsal
e.      Barang hilang/dicuri dicari melalui Tukang mawi’ (ma’tengo) ada yang mengkin kebetulan dapat kembali ada yang sudah hilang terus.
f.        Orang menjaga kebun milu jangan sampai dimasuki dirusak oleh babi hutan. Biasanya di waktu malam hari percaya bahwa tandanya ada babi hutan masuk. Bila bunyi ‘kokosit’ (sebangsa burung kecil) atau bunyi dari sebangsa tikus bernama ‘sosot’ yang berupa mata kucing datang berbunyi di pinggir kebun. Jadi penjaga kebun tidak perlu jalan-jalan, cukup dalam pondok lalu dengar bunyi tersebut bila ada yang cepat-cepat mengusirnya)
g.       Ayam jantan berkokok di waktu malam. Biasanya ayam jantan berkukuk di waktu malam pada pukul 23.00 – 24.00 – 03.00 pagi dan seterusnya. Bila ayam jantan itu berkukuk pada pukul 20.00 atau pukul 21.00 tidak pada biasanya kata orang tua ‘sonop’ = air naik = air laut pasang.
h.      Ayam betina ma’pekok (berbunyi bagaikan mau bertelur) pada antara pukul 20.00 dan 22.00 kata orang tua ada orang sakit meninggal dunia.
i.         Orang sementara jalan, tersentuh batu atau tersentuh apa saja atau tiba-tiba dengan sendirinya menggigit lidah/bibir; kata orang ada seseorang yang sedang menyebut-nyebut namanya atau mengata-ngatai dia secara jahat.
j.        Kepercayaan terhadapa apa yang disebut = Pontiana (biasanya berbunyi di waktu malam). Kata orang bahwa ia adalah roh orang perempuan meninggal dunia waktu hamil, masuk tubuh burung kecil, lalu terbang sambil berbunyi mencari mangsa dari antara orang yang masih hidup terutama yang menjadi musuhnya waktu masih hidup = ma’beris (biasanya berbunyi di waktu malam) kata orang ia adalah roh orang lelaki (hobatan) yang sudah meninggal masuk ke tubuh burung kecil, lalu terbang mengeluarkan bunyi mencari mangsanya. Dari kedua jenis di atas tadi yaitu Pontiana dan ma’beris yang lebih ditakuti ialah pontiana yang katanya jahat.
k.       Ma’diara : dalam era kepercayaan orang dulu menyatakan bahwa ia adalah orang hobatan, peracun, pandoti,  membunuh orang yang suka ia bunuh melalui pengetahuan obatnya diiringi doa-doa iblis dan adakalanya menggunakan pesuruh iblis. Ceritera orang tua menyatakan bagi ma’diara yang jagoan, ia bisa keluar malam mencari mangsanya dengan menanggalkan kepalanya pergi sendirian, apakah berjalan ataukah terbang, dan kata orang dialah yang berbunyi ‘pok pok’ sehingga disebutnya ‘sepok’, songko’. Kepala itu bisa masuk rumah tempat tidur mangsanya untuk menghisap darah manusia itu. Ada kalanya bisa terdapat darah terserak di dinding pintu keluarnya. (se mongko’) demikianlah hal yang trsebut di atas ini tinggal merupakan riwayat kepercayaan orang dulu. Masih ada lagi hal-hal yang menyangkut kepercayaan orang tuua dulu, tapi sudah tak teruraikan lagi di sini, berhubung dengan identitasnya sudah kabur. Dari rangkuman kepercayaan orang-orang tua dulu : ada hal-hal yang sudah dijadikan sebagai adat istiadat social budaya sampai sekarang karena nyatanya hal itu mempunyai aspek pendidikan. Di balik itu pada hakekatnya sekarang sudah banyaklah kepercayaan itu makin hilang bahkan sudah hilang mutu pasarannya setelah masuknya agama Kristen.

Sabtu, 03 September 2011

MA’DIARA

(paso’ weleng)
Jalan yang penuh dengan kerikil dan rumah-rumah tua yang terbuat dari kayu dengan atap dari daun woka atau katu. Belum ada kendaraan atau alat komunikasi canggih. Pada masa ini satu-satunya yang paling canggih adalah mistik. Mereka bisa bepergian dan berkomunikasi secepat kilat.
Adegan I
Orang 1                : (mengeluh kesakitan) oh tuhan re’e kiapa ona re’e qt p saki ini nda mo bae.
Orang 2                : eh om kiapa? Ada saki? Kiapa nda pi pa dokter dang?
Orang 1                : ada e mar dokter bilang kata qt nda ada saki. Dia so priksa pake alat-alat yang dia bilang so canggih mar nda dapa tu saki. Dorang rujuk qt pigi jo kata di amerika mar weta kasiang ele uba-uba di warong cuma qt ja bon kong weta smo pigi di amerika.
Orang 2                : oh kalu bagitu om musti pigi pa pendeta ato gembala. Dorang pe urusan komang kalo ja rasa saki mar dokter bilang nda ada saki. Itu kwa ada ‘dokter’ laeng yang dabeking pa om.
Orang 1                : kalu Ki’i itu ada ya baru bale qt pa pendeta mar pendeta bilang dia kata nda mampu soalnya so talalu banya’ kata tu setang jadi dia nda dapa lawan. Pendeta bilang musti banya kata berdoa deng ba maso greja. Kalu weta berdoa amper tiap jam ona qt ja berdoa mar kalu mo maso greja nda mo jadi komang kong salalu soalnya nda ada weta doi mo kase persembahan. Skarang kurang malu ja maso greja kalu nda mo bawa persembahan. Soalnya weta tu greja ja membangun to deng ada rencana jemaat mo bli akang oto tu pendeta. Dapa sayang karu’ tu pendeta cuma ja nae-nae ompreng.
Orang 2                : om pe saki ini kwa so pekerjaan setang ya jadi so musti baku dapa deng tete’ Yonni Sual. Kalu tu tete’ itu dia tawu ya ja lia tu orang yang saki-saki bagini. Mari jo qt antar.
Adegan II
Tete’ Yonni’        : (sedang mengucapkan mantra-mantra dalam bahasa tountemboan)
Orang 1 dan 2    : tabea
Tete’ Yonni’        : tabea. Mari maso. Ada perlu apa re’e?
Orang 1                : oh ini kwa tete’ ada orang yang saki  kong so ba priksa pa dokter deng pendeta so kase berdoa mar nda jo bae-bae. Kami kwa datang pa tete’ mo suruh lia akang. So siksa karu ni orang.
Tete’ Yonni’        :oh kalu bagitu mari mo lia. (Tete’ Yonni’ memeriksa tubuh orang 1 dan mengeluarkan abu kubur di bagian punggung, silet di bagian leher, dan paku’ di bagian kepala) oh om kote ada orang yang damarah.
Orang 1                : (sudah merasa sembuh) kong sapa itu e tete’?
Tete’ Yonni’        : eh nda mo jadi qt mo bilang mar pokoknya dia ada bakusalah deng ngana. Tu bagitu kwa sering kali ada Ki’i yang dia cemburu pa ngana. Biar Cuma dia mo haga ngana apalagi ada dia da marah pa ngana, langsung mo jadi itu.
Orang 2                : ma’diara kwa dabeking dia ce tete’? Ada kwa ma’diara di dekat rumah pa dorang kong ma’diara keras ki’i.
Tete’ Yonni’        : eh sese’ jang karu ja ba tuduh bagitu.
Orang 1                : (berbisik pada orang 2) eh kong brapa mo bayar pa tu tete’?
Orang 2                : tete’ makase re’e ya. Kami smo pigi ne.
Tete’ Yonni’        : oh iyo re’e ya lia-lia kasana di jalang.
Adegan III
                                Di jalan
Orang 2                : jang ja kase doi pa tete’. Kalo ngana mo kase dia mo marah ngana.
Orang 1                : kiapa re’e bagitu?
Orang 2                : tete’ ja bilang itu poso ato sama deng pantangan for dorang. Boleh ngana kase doi mar jang kase langsung pa tete’ kase jo pa dia pe bini ato pa dia pe anak. Mar jang sampe tete’ tawu.
Orang 1                : qt tare’ so dapa inga ada da tulis di alkitab da bilang bagini kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, maka berikanlah juga dengan cuma-cuma. Qt ja lia kurang kurang tare tu orang yang dorang ja bilang kafir tu ja iko butul-butul tu alkitab dari kindo tu orang-orang yang rajin maso greja. Oh tuhan skarang kua kurang pendeta ja makasembut akang kalo nda mo kase persembahan ato perpuluhan di greja.
Orang 2                : skarang kua tu pendeta-pendeta kurang ja peras depe jemaat kong bilang-bilang kendoo tuhan pe mau bagitu. Ada war le kwa pendeta so jadi kaya skali sementara depe jemaat banya tu buta huruf kong miskin. Dorang kendoo senang-senang di pastori amper samua-samua ada.
Orang 3                : slamat siang.
Orang 1& 2          : siang.
Orang 3                : eh ngoni dalia sapi da talapas da lewat sini?
Orang 2                : kapan re’e da talapas?
Orang 3                : mate so tiga hari qta dacari-cari mar blum dapa-dapa.
Orang 1                : mar om yakin da talapas tu sapi? Sapi kalu da talapas dia nda mo bajalang jaoh. Tetap dia cuma di sekitar tampa da ika akang. Sama deng ini so tiga hari boleh mo dapa perkirakan dia pe jaoh sampe di mana.
Orang 3                : qt so ron samua tu kobong-kobong di sini mar blum dapa no. oh so stress skali ini. Padahal blum satu minggu qt da ambe tu sapi.
Orang 1                : pa sapa re’e dulu tu sapi e?
Orang 3                : pa om Lexy Sual dulu. Qt kwa suka da ambe tu sapi lantaran bagus ja se terna’.
Orang 1                : Lexy Sual sei e?
Orang 3                : yang di ujung kampung dang.
Orang 1                : oh re’e….
Orang 3                : oh iyo mar qt smo pigi ini mo cari lai tu sapi.
Orang 2                : lebe bae kwa om pigi jo pa ja ma’tengo. Kalu kwa pa dorang cma mo dapa tawu kalu memang da talapas ato orang da rombit. Tu ja ma’tengo dorang cma mo lia di gelas.
Orang 3                : butul na?
Orang 2                : eh ja bilang akang…pokoknya kalu ngana mo pigi paling tu ja ma’tengo mo ambe dia pe kris pusaka kong dia mo se cucu di aer yang ada di gelas. Kalu nda mo ta maso di aer berarti yang pancuri om pe sapi kuat dia pe pegangan.
Orang 3                : eh qtya reeng mo coba jo re’e. (berjalan pergi)
Adegan IV
Seorang perempuan tua berlari tergesa-gesa dengan rasa takut. Fisiknya tak mampu lagi untuk terus berlari tetapi ada ketakutan dalam pikirannya yang mendorong semangatnya. Setelah dia, rombongan orang pun berlari searahnya dengannya. Tua, muda, laki, perempuan, dan anak-anak terlibat dalam rombongan ini. Mereka dilengkapi dengan sabel, tombak, jubi, dan potongan-potongan kayu. Semua jenis senjata tidak mempan di tubuh orang tua itu.
Orang 1                : kyapa re ini e?
Om Yonce             : setang kwa tu nene’ sana. Smo se mati dia. Oh gila smo abis tu orang di kompleks pa kami dia ja beking. Iblis tu nene’ sana.
Adegan V
Rombongan orang ini terus mengejar peremuan tua itu sampai di rumahnya. Perempuan tua itu masuk ke rumahnya dan bersembunyi.
Rombongan       : bakar jot u rumah! Bakar sama-sama deng tu ma’diara setang di dalam!
                Mereka melempari rumah perempuan tua itu dengan batu dan menyalakan api. Sekejap api berkobar membakar rumah itu. Tiba-tiba sesuatu keluar dari kobaran api, terbang ke langit, apa itu? Dengan tertawa perempuan tua itu melayang di atas pandangan mereka.
Om Yonce           : oh setang…so terbang tu nene’.
Orang 4                : ambe saketa kong bage deng saketa.
                Dengan saketa perempuan itu jatuh ke tanah dan dikeroyok rombongan itu sampai mati. Payudara setengahnya tercerai dari tubuhnya begitu juga dengan kepalanya. Rombongan itu menguburkannya di dekat pohon bamboo tetapi setengah kakinya tidak terkubur.
                Sampai sekarang ada desas-desus bahwa di sekitar tempat itu sering terdengar jeritan wanita sehingga tempat itu telah menjadi keramat bagi warga desa. Kata para tua-tua arwah perempuan tua itu tidak tenang karena cara kematian dan penguburannya tidak normal.
Adegan VI
 (bersambung...................)